Jumat, 19 Juli 2013

RAHASIA AKSI WAJAH BARAT

RAHASIA AKSI WAJAH BARAT

Peristiwa gedung WTC New York dan Pentagon di Washington pada tanggal 11 September 2001 masih tebayang jelas dalam ingatan. Kejadian yang di vonis sebagai serangan “teroris” tersebut sampai kini tidak jelas siapa yang melakukannya. Dan tak pernah ada bukti-bukti konkrit tentang pelakunya. Amerika Serikat melakukan Invasi ke Afganistan dengan dalih “Perang Menumpas Terorisme” yang mengambil korban tewas lebih dari 30.000 jiwa kaum muslimin Afghani, sepuluh kali lipat jumlah korban 11 September 2001. Demikian ungkapan Zaini Azhar Maulani dalam kata pengantar buku yang ditulisnya berjudul “Mengapa? Barat Memfitnah Islam”.[1]
Ungkapan ini bukan serta merta terucap tanpa fakta, Nyatanya AS yang mengklaim dirinya sebagai “kampium demokrasi” selama satu dasawarsa lalu tidak pernah berhenti melancarkan perang dari satu negara Islam ke negara Islam yang lain.
Dalam halaman selanjutnya, beliau menjawab pertanyaan judul buku secara global yakni, “Adanya dendam bawah sadar yang mengalir dari ingatan ketika armada daulah Utsmaniyyah menguasai kawasan Laut Tengah dan pasukan daratannya menyapu Eropa mengancam sampai ke pintu gerbang Wina, Austria. Ada penyakit arogansi kultural Barat yang secara fisik masih mengangkangi hegemoni atas negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya dan dunia Islam pada khususnya.” jelasnya. Dibalik itu terdapat keterlibatan Gereja  Kristen yang bekerja sama dengan gerakan zionisme internasional, meski masing-masing dengan motif dan kepentingan yang berbeda-beda. Tambahnya dalam menjelaskan.[2]
Tidak hanya dengan kekerasan, Barat melancarkan aksinya. Strategi licik karena diselimuti ketakutan terhadap muslim tak henti menjadi misi mereka. Penyebaran faham-faham ke dalam negara-negara Islam salah satu bukti nyata. Faham-faham tersebut antara lain, sekularisme, liberalisme, feminisme.
Sekularime, berasal dari bahasa Latin saeculum yang mengandung makna ‘waktu’ dan ‘tempat’. Sehingga secular diartikan ‘kedisinikinian’. Sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia ‘pertama dari kungkungan agama dan kemudian dari kungkungan metafisika yang mengatur akal dan bahasanya.  Faham ini lahir dari permasalahan agama Kristen yang terjadi pada abad 17 hingga 19. Dan permasalahan teologis (wujud Tuhan) yang masih membingungkan, sehingga dengan cara pandang relativis ini membolehkan seseorang itu menyesuaikan diri dengan ‘pengalaman masa kini’. Permasalahan konsep Tuhan yang tidak selesai membuat mereka berniat membuangnya sama sekali dan menyerahkan kepada sejarah untuk menemukan konsep yang lebih sesuai dan memadai untuk merujuk kepada keadaan dan realitas terakhir yang mereka yakini.[3]
Liberalisme, kata ini juga berasal dari bahasa Latin yang artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Sejarah paham liberalism ini dilacak hingga abad pertengahan. Lahir dari kondisi system ekonomi dan politik yang didominasi oleh system feodal. Didalam system ini, raja dan bangsawan memiliki hak-hak istimewa, sedangkan rakyat jelata tidak diberikan secara leluasa untuk menggunakan hak-hak mereka. Awal liberalism sendiri di tandai dengan perlawanan dan pembataan terhadap kekuasaan pemerintah yang cenderung absolut, selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688.[4]  
Feminisme, sebuah faham yang berkaitan dengan HAM (Hak Asasi Manusia) seorang wanita. Femina, feminisme, feminis berasal dari bahasa Latin fei-minus. Fei artinya iman, minus artinya kurang, jadi feminus artinya kurang iman. Wanita di Barat, sejarahnya, memang diperlakukan seperti manusia kurang iman. Wajah dunia Barat pun dianggap terlalu macho. Lawan dari feminis adalah masculinus atau masculine yang diartikan sebagai strength of sexuality, maka dari itu dalam agama, wanita Barat korban inquisisi dan di masyarakat menjadi korban perkosaan laki-laki. Karena itu agama dan laki-laki menjadi musuh wanita Barat.[5] Feminis terbagi menjadi feminis liberal  feminis Marxis, dan feminis posmo.  Kristen itu menindas perempuan, kata Stanton dalam The Women’s Bible.[6]
Dapat kita lihat akar-akar faham yang disebarkan dan dijadikan sebagai salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dengan berkiblat terhadap Barat perlu dikaji kembali. Dalam pandangan yang dapat dikatakan mendunia, sebuah masyarakat disebut modern jika ditemukan tiga faktor meliputi, diferensiasi fungsi dan struktur sosial, ditandai dengan sistim birokrasi dan profesionalisme. Ini disertai oleh fragmentasi ideologi dan maraknya tren pluralism dan relativisme. ;    privatisasi agama sebagai konsekuensi dari kehidupan yang lebih terorganisir dan terjamin, sehingga agama dirasakan tidak relevan jika tidak berpengaruh dengan konteks sosial. ; terjadinya rasionalisasi dimana sains dan tekhnologi tampil dominan menggantikan mitologi.
Masalah-masalah diatas terjadi karena kesalahan ajaran agama yang di anut. Islam adalah rahmatalil’alamiin. Din yang membawa kebenaran karena merupakan agama wahyu. Dengan keimanan, seorang muslim akan menjadi tangguh dan membuat musuh-musuhnya begemetar. Hal ini yang terjadi ketika masa rasulullah hingga saat ini. Dengan ketakutan Barat terhadap hal ini, ia memilih strategi untuk menjauhkan Muslim dari agamanya. Oleh karena itu seorang muslim akan sangat rapuh dan mudah untuk menjadi ‘boneka’ yang menguntungkan mereka jika ia menjauhkan dirinya dari aturan-aturan Islam. Hal ini adalah salah satu sebab menggandengkan cap ‘tetoris’ dengan orang yang beribadah khusyuk. Wallahu’alam bishawab. 




[1] Z. A. Maulani. 2002. Mengapa? Barat Memfitnah Islam. Daseta : Jakarta. Hal. viii
[2] Ibid. Hal. X
[3] Lebih jelas. Lihat Buku Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Islam dan sekularisme. 2011. PIMPIN : Bandung.
[4] Hamid FAhmy Zarkasyi. 2009. Liberalisasi Pemikiran Islam. CIOS :ISID
[5] Hamid Fahmy Zarkasyi. 2012. MISYKAT Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi. Hal. 265
[6] Ibid. dikutip dari hal. 267

Tidak ada komentar:

Posting Komentar