Antara
Ibadah, Surga dan Keselamatan
Apa yang Anda
cari dalam sebuah agama? Sebagai
pengantar, saya menawarkan pernyataan kepada Anda bahwa “Islam bukan hanya
sekedar agama”. Islam adalah ‘din’, kata ‘din’ memiliki penjabaran yang sangat
panjang, dimana makna din mencakup urusan pribadi manusia yakni hubungan
berhutang kepada Allah sang pencipta, kecendrungan alamiah seseorang untuk
menyembah dzat yang Maha Agung (Allah), yang akhirnya melahirkan penyerahan
diri (karena ketundukkannya) kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, dan juga
terkait pula maknanya pada tatanan hukum dan aturan yang membawa kepada
kehidupan harmonis, hingga kesimpulannya adalah Islam merupakan sebab
terbentuknya peradaban.[1]
Setidaknya tidak sama dengan konsep agama yang difahami dan ditafsirkan dalam konteks sejarah
keagamaan Barat, yakni hanya berorientasi menciptakan lingkungan yang baik.
Islam merupakan hukum dan kebahagiaan.
Setiap orang
menginginkan hidup bahagia, hal ini berlaku untuk semua manusia, bahkan seorang atheis sekalipun. Kata
bahagia, jika kita berkenan memutar kembali ingatan kita, sejak kecil kita
(pada umumnya) belum ditanamkan bahwa bahagia itu hanyalah dengan
berislam. Bahagia adalah kesuksesan
dunia dan sukses akhirat (menjadi penghuni surga/ jannah) dan agar bisa
mendapatkan itu semua caranya adalah dengan beribadah. Pemahaman ini baik, akan
tetapi masih kurang tepat jika dimaknai seperti urutan kalimat tersebut.
Bagaimana jika kita tata ulang pemahaman hubungan antara ibadah, surga dan
keselamatan kaitannya dengan kebahagiaan?
Dalam
Alqur’an Qs. Adzariyat : 56-58 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. Aku tidak menghendaki rizeki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan
kepadaKu. Sungguh Allah, Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” Dalam Firman Allah diatas, dijelaskan tujuan kita diciptakan
adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, namun Dia tidak memerlukan amalan
(rezeki) sedikitpun dari ibadah kita karena Allah Maha pemberi rezeki dan Maha
Perkasa. Paparan ini menegaskan bahwa Islam sebagai din dengan asal akar
kata (dalam bahasa Arab) DYN, salah satu makna yang disimpulkan adalah keadaan
berhutang. Namun pembayaran hutang dikembalikan kembali utuk kebutuhan
manusia – seperti dianalogikan dalam proses terbentuknya hujan- yakni
memperoleh kebahagiaan.[2]
Surga dan
keselamatan adalah salah satu motivasi seseorang melaksanakan beribadah pada
umumnya. Dalam agama Kristen, Kerajaan surga dan keselamatan akan dapat dicapai jika semua penduduk bumi menjadi
pengikut Kristus, pada hari tersebut diyakini kehidupan tidak ada lagi yang
sengsara, manusia hidup bagaikan di surga karena kerajaan Allah sudah tiba,
faktor ini yang menjadi visi penginjil untuk melakukan gerakan penginjilan. Sejarah
mencatat kata ‘Keselamatan’ dalam istilah Kristen merupakan alasan terbesar
lahirnya faham-faham baru seperti sekularisme, liberalisme, dan pluralisme.
Faham ini sebagai aksi dari otoritas gereja pada abad pencerahan (abad 18) yang
mendoktrin bahwa “diluar gereja tidak ada keselamatan”. Sehingga masyarakat pada zaman itu memprotes
doktrin keselamatan dengan menciptakan faham-faham baru tersebut.
Menariknya,
kesamaan kata yang dipakai antar umat beragama yakni kata ‘Ibadah, surga, dan
Keselamatan’ walaupun dengan keyakinan yang berbeda, dijadikan salah satu
peluang misioner-misioner dalam melakukan pemurtadan. Mungkin anda bertanya
“mengapa bisa demikian, bagaimana caranya?”. Dalam buku yang ditulis oleh dosen
Teologi Biblika di STT Baptis Indonesia, Semarang dan juga misioner gereja,
Iswara Rintis Purwantara menerangkan sasaran penginjilan adalah orang-orang theis
(mengaku adanya Tuhan) yang memiliki pemahaman tentang Tuhan yang diyakininya
keliru, yakni selain Tuhan Kristus.
Walaupun demikian, mereka juga mempercayai bahwa Allah yang menciptakan
langit dan bumi, manusia juga diciptakan Allah, meyakini adanya dosa dan neraka
sebagai tempat ganjaran bagi orang-orang yang berdosa, dan keselamatan bagi
orang-orang yang bertobat. “Kita sesungguhnya sedang diperintahkan untuk menginjili orang-orang theis,
pertama-tama adalah orang-orang yang
mengaku theis namun theisme mereka keliru, dan yang kedua adalah orang-orang
yang mengaku theis secara teori tetapi ateis secara peraktek”[3]
Selain itu
pula, paham “Pluralisme” yang sudah tersebar luas di dunia berkaitan dengan konsep
kesamaan dan kesetaraan, sebagai akibat derasnya arus globalisasi juga berasal
dari pemikiran yang beranggapan bahwa semua agama adalah menuju keselamatan,
dan meyakini surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Sehingga paham ini
menyimpulkan “semua ajaran agama adalah baik, dan menuju kepada satu Tuhan yang
sama”[4]
ini adalah salah satu strategi pemurtadan secara tersirat/ batin.
Jika kita
sebagai muslim mengkaji dan mentadaburi Al-qur’an (Islam) lebih rinci, maka
akan kita dapatkan konsep yang berbeda dari pemahaman yang selama ini kita
dapat berkaitan dengan ketiga kata tersebut (ibadah, surga, dan keselamatan).
Dan hal ini diperlukan sebagai salah satu benteng diri terhadap gerakan
pemurtadan.
Ustadz
Solikhan (murid dari pahlawan Nasional Bapak M. Natsir) menerangkan bahwa Dalam
Qs. Fushilat : 8 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,
mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya”.” Menerangkan
kepada kita bahwa seorang muslim yang beriman melakukan ibadah bukan hanya
semata-mata agar masuk dalam surga (jannah). Akan tetapi untuk mendapatkan
petunjuk dari Allah guna mendapatkan kebagiaan yang dikarenakan keimanan mereka. Kebahagiaan
disini bukan hanya akhirat namun juga mencakup dunia. Sebagaimana dalam Qs.
Yunus : 9 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,
niscaya diberi petunjuk oleh Allah karena keimanan mereka. Mereka didalam Surga
(jannah) yang penuh dengan kenikmatan, sungai-sungai mengalir dibawahnya”.
Dalam ayat yang lain pada surat yang sama (ayat 61), diterangkan bahwa apapun
yang kita kerjakan tidak luput dalam pengawasan Allah, dan semua itu sudah
tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh.
Penjelasan
Qur’an diatas lebih lanjut menerangkan bahwa surga adalah hadiah dari keimanan
seorang hamba kepada Rabb-NYA, bukan semata-mata karena ibadah yang dia
lakukan. Dan keselamatan adalah hak Allah untuk melindungi hamba-NYA (Qs. Yunus
:11).
Sebagai
kesimpulan, saya teringat oleh sebuah lagu yang dipopulerkan oleh seorang
penyanyi cukup terkenal (alm) Chrisye “Andai Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” sebuah
syair yang mengingatkan kita bahwa Surga dan Neraka bukanlah tujuan utama
seseorang untuk beribadah ataupun berbuat baik. Tapi semua itu merupakan
balasan sebagai bentuk hadiah dari Allah atas janji-NYA, dan Allah sebaik-baik Dzat yang menepati janji.
[1] Lebih jelasnya : Hamid Fahmy Zarkasyi.
Worldview Islam Asas Peradaban. (Jakarta : INSIST, 2011)
[2] Prof. Naquib Al-Attas. Islam dan
Sekularisme. (Bandung : PIMPIN, 2010). Hal. 64
[3] . Iswara Rintis Purwantara, PRAPENGINJILAN,
MENYINGKIRKAN KENDLA-KENDALA INTELEKTUAL DALAM PENGINJILAN. (Yogyakarta : ANDI,
2012). Hal. 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar