Selasa, 22 Oktober 2013

Antara Ibadah, Surga dan Keselamatan

Antara Ibadah, Surga dan Keselamatan

Apa yang Anda cari dalam sebuah agama?  Sebagai pengantar, saya menawarkan pernyataan kepada Anda bahwa “Islam bukan hanya sekedar agama”.  Islam adalah ‘din’,  kata ‘din’ memiliki penjabaran yang sangat panjang, dimana makna din mencakup urusan pribadi manusia yakni hubungan berhutang kepada Allah sang pencipta, kecendrungan alamiah seseorang untuk menyembah dzat yang Maha Agung (Allah), yang akhirnya melahirkan penyerahan diri (karena ketundukkannya) kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, dan juga terkait pula maknanya pada tatanan hukum dan aturan yang membawa kepada kehidupan harmonis, hingga kesimpulannya adalah Islam merupakan sebab terbentuknya peradaban.[1] Setidaknya tidak sama dengan konsep agama yang  difahami dan ditafsirkan dalam konteks sejarah keagamaan Barat, yakni hanya berorientasi menciptakan lingkungan yang baik. Islam merupakan hukum dan kebahagiaan.
Setiap orang menginginkan hidup bahagia, hal ini berlaku untuk semua manusia, bahkan  seorang atheis sekalipun. Kata bahagia, jika kita berkenan memutar kembali ingatan kita, sejak kecil kita (pada umumnya) belum ditanamkan bahwa bahagia itu hanyalah dengan berislam.  Bahagia adalah kesuksesan dunia dan sukses akhirat (menjadi penghuni surga/ jannah) dan agar bisa mendapatkan itu semua caranya adalah dengan beribadah. Pemahaman ini baik, akan tetapi masih kurang tepat jika dimaknai seperti urutan kalimat tersebut. Bagaimana jika kita tata ulang pemahaman hubungan antara ibadah, surga dan keselamatan kaitannya dengan kebahagiaan?
Dalam Alqur’an Qs. Adzariyat : 56-58 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. Aku tidak menghendaki rizeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepadaKu. Sungguh Allah, Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” Dalam Firman Allah diatas, dijelaskan tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, namun Dia tidak memerlukan amalan (rezeki) sedikitpun dari ibadah kita karena Allah Maha pemberi rezeki dan Maha Perkasa. Paparan ini menegaskan bahwa Islam sebagai din dengan asal akar kata (dalam bahasa Arab) DYN, salah satu makna yang disimpulkan adalah keadaan berhutang. Namun pembayaran hutang dikembalikan kembali utuk kebutuhan manusia – seperti dianalogikan dalam proses terbentuknya hujan- yakni memperoleh kebahagiaan.[2]  
Surga dan keselamatan adalah salah satu motivasi seseorang melaksanakan beribadah pada umumnya. Dalam agama Kristen, Kerajaan surga dan keselamatan akan dapat  dicapai jika semua penduduk bumi menjadi pengikut Kristus, pada hari tersebut diyakini kehidupan tidak ada lagi yang sengsara, manusia hidup bagaikan di surga karena kerajaan Allah sudah tiba, faktor ini yang menjadi visi penginjil untuk melakukan gerakan penginjilan. Sejarah mencatat kata ‘Keselamatan’ dalam istilah Kristen merupakan alasan terbesar lahirnya faham-faham baru seperti sekularisme, liberalisme, dan pluralisme. Faham ini sebagai aksi dari otoritas gereja pada abad pencerahan (abad 18) yang mendoktrin bahwa “diluar gereja tidak ada keselamatan”.  Sehingga masyarakat pada zaman itu memprotes doktrin keselamatan dengan menciptakan faham-faham baru tersebut.
Menariknya, kesamaan kata yang dipakai antar umat beragama yakni kata ‘Ibadah, surga, dan Keselamatan’ walaupun dengan keyakinan yang berbeda, dijadikan salah satu peluang misioner-misioner dalam melakukan pemurtadan. Mungkin anda bertanya “mengapa bisa demikian, bagaimana caranya?”. Dalam buku yang ditulis oleh dosen Teologi Biblika di STT Baptis Indonesia, Semarang dan juga misioner gereja, Iswara Rintis Purwantara menerangkan sasaran penginjilan adalah orang-orang theis (mengaku adanya Tuhan) yang memiliki pemahaman tentang Tuhan yang diyakininya keliru, yakni selain Tuhan Kristus.  Walaupun demikian, mereka juga mempercayai bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi, manusia juga diciptakan Allah, meyakini adanya dosa dan neraka sebagai tempat ganjaran bagi orang-orang yang berdosa, dan keselamatan bagi orang-orang yang bertobat. “Kita sesungguhnya sedang diperintahkan untuk menginjili orang-orang theis, pertama-tama adalah orang-orang  yang mengaku theis namun theisme mereka keliru, dan yang kedua adalah orang-orang yang mengaku theis secara teori tetapi ateis secara peraktek”[3]
Selain itu pula, paham “Pluralisme” yang sudah tersebar luas di dunia berkaitan dengan konsep kesamaan dan kesetaraan, sebagai akibat derasnya arus globalisasi juga berasal dari pemikiran yang beranggapan bahwa semua agama adalah menuju keselamatan, dan meyakini surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Sehingga paham ini menyimpulkan “semua ajaran agama adalah baik, dan menuju kepada satu Tuhan yang sama”[4] ini adalah salah satu strategi pemurtadan secara tersirat/ batin.
Jika kita sebagai muslim mengkaji dan mentadaburi Al-qur’an (Islam) lebih rinci, maka akan kita dapatkan konsep yang berbeda dari pemahaman yang selama ini kita dapat berkaitan dengan ketiga kata tersebut (ibadah, surga, dan keselamatan). Dan hal ini diperlukan sebagai salah satu benteng diri terhadap gerakan pemurtadan.
Ustadz Solikhan (murid dari pahlawan Nasional Bapak M. Natsir) menerangkan bahwa Dalam Qs. Fushilat : 8 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya”. Menerangkan kepada kita bahwa seorang muslim yang beriman melakukan ibadah bukan hanya semata-mata agar masuk dalam surga (jannah). Akan tetapi untuk mendapatkan petunjuk dari Allah guna mendapatkan kebagiaan yang  dikarenakan keimanan mereka. Kebahagiaan disini bukan hanya akhirat namun juga mencakup dunia. Sebagaimana dalam Qs. Yunus : 9 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Allah karena keimanan mereka. Mereka didalam Surga (jannah) yang penuh dengan kenikmatan, sungai-sungai mengalir dibawahnya”. Dalam ayat yang lain pada surat yang sama (ayat 61), diterangkan bahwa apapun yang kita kerjakan tidak luput dalam pengawasan Allah, dan semua itu sudah tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh.
Penjelasan Qur’an diatas lebih lanjut menerangkan bahwa surga adalah hadiah dari keimanan seorang hamba kepada Rabb-NYA, bukan semata-mata karena ibadah yang dia lakukan. Dan keselamatan adalah hak Allah untuk melindungi hamba-NYA (Qs. Yunus :11).
Sebagai kesimpulan, saya teringat oleh sebuah lagu yang dipopulerkan oleh seorang penyanyi cukup terkenal (alm) Chrisye “Andai Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” sebuah syair yang mengingatkan kita bahwa Surga dan Neraka bukanlah tujuan utama seseorang untuk beribadah ataupun berbuat baik. Tapi semua itu merupakan balasan sebagai bentuk hadiah dari Allah atas janji-NYA, dan Allah sebaik-baik  Dzat yang menepati janji.



[1] Lebih jelasnya : Hamid Fahmy Zarkasyi. Worldview Islam Asas Peradaban. (Jakarta : INSIST, 2011)
[2] Prof. Naquib Al-Attas. Islam dan Sekularisme. (Bandung : PIMPIN, 2010). Hal. 64
[3] . Iswara Rintis Purwantara, PRAPENGINJILAN, MENYINGKIRKAN KENDLA-KENDALA INTELEKTUAL DALAM PENGINJILAN. (Yogyakarta : ANDI, 2012).  Hal. 59
[4] DR. Anis Malik Thoha. TREN PLURALISME AGAMA. (Gema Insani : Jakarta, 2005)
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar