ANALISIS
RISALAH DAKWAH MUHAMMAD SAW
Kedatangan
Islam membawa perubahan besar bagi kehidupan di dunia. Berawal dari bangsa Arab
hingga tersebar di setiap daratan bumi. Kajian ini akan membahas singkat
mengenai perubahan dan analisis dakwah Islam yang terjadi saat itu. Akan
tetapi, mengetahui bagaimana kondisi kepercayaan dan sosial masyarakat Arab pra
Islam dipandang juga perlu untuk dikaji, Sebelum kita membahas bagaimana Islam
memberikan seberkas cahaya dalam kegelapan tersebut.
Masa
jahiliyah yang sering kita artikan sebagai zaman kebodohan, namun bukanlah
bermakna masyarakat pra Islam yang bodoh dan terbelakang. Akan tetapi
sebaliknya, Abu Jahl (yang kala itu berada pada posisi pusat kekuasaan) dan
kelompoknya adalah orang-orang yang cerdas. Dikarenakan kecerdasannya mereka
mengesampingkan kebenaran dakwah Islamiyah Muhammadiyah, dan perlakuan berupa
penekanan dan intimidasi disebabkan oleh kecerdasan yang ditunggangi ambisi
mengamankan kelangsungan otoritas politik.[1]
A.
KONDISI PRA
ISLAM
1.
Kondisi Politik
Masyarakat
Jazirah Arab hidup dalam kabilah-kabilah, dimana setiap kabilahnya memiliki
pemimpin yang diibaratkan sebagai pemerintah mini yang pilar politiknya adalah
kesatuan ras dan kepentingan yang saling menguntungkan dalam menjaga tanah air
secara bersama dan membendung serangan lawan.
Mereka yang hidup dalam wilayah yang letakknya berdampingan dengan negri
asing, kondisinya sangat lemah, sehingga mereka dikelompokkan kepada golongan
penguasa dan rakyat (budak). Rakyat ibarat sebuah sawah yang selalu
mendatangkan penghasilan untuk dipersembahkan kepada penguasa. Kondisi
kabilah-kabilah tersebut berantakan dan bercerai berai.[2]
Pemerintahan saat itu sudah membentuk
sistem seperti sebuah parleman (memiliki instansi-instansi dan format-format)
yang disebut al-Mala (semacam DPR sekarang) dan Nadi al-Qaum (MPR
sekarang).[3]
Namun pemerintahan ini sangat lemah.
2.
Kondisi Ekonomi
Perekonomian
bangsa Arab kala itu di cukupi dari sektor pertanian, perdagangan dan
perindustrian (seni tenun, samak kulit binatang, dan lainnya). Pengelolaan
pertanian dalam hal kepemilikan ladang/sawah ada tiga sistem yakni ; pertama,
sewa-menyewa dengan emas, gandum, atau produk pertanian sebagai alat
pembayarannya. Kedua, sistem bagi hasil produk. Ketiga, sistem pandego.[4]
Nasib penggarab sawah sangat memprihatinkan (tidak memiliki hak kemerdekaan).[5]
Pada masa ini, sistem pengolahan
pertanian dikenal semi modern, yakni menggunakan alat bajak dengan menggunakan
unta, keledai dan sapi jantan untuk menariknya, cangkul, garu, tongkat kayu
untuk menanam. Mereka juga sudah memperaktikkan sistem irigasi, penggunaan
pupuk alami dan cacing serta rayap untuk menyuburkan tanah.
Perdagangan
adalah sektor paling penting dalam menunjang perekonomian bangsa Arab. Namun
pertanian dan perdagangan yang terjadi tidak memiliki keadilan dan persamaan (dimonopoli
oleh segelintir elit pemodal), berlakunya sistem riba, dan lazimnya
perbudakkan. Pada masa itu, para pedagang meminjam modal kepada konglomerat
dengan bunga yang sangat tinggi, apabila peminjam tidak dapat mengembalikan
pinjaman tersebut atau bangkrut, mereka melarikan diri ke gurun-gurun.
3. Keyakinan
Bangsa Arab
Agama di
dunia Arab bervariasi, yaitu paganisme, Nasrani, Yahudi, dan
Majusi. Jejak agama nabi Ibrahim masih
tampak namun tercampur dengan syirik. Dalam bukunya, Syeikh al-Mubarakfuri
menuliskan bahwa kemunculan penyembahan berhala (Manat, Latta dan Uzza)
diawali dari kepulangan Amr bin Luhay –seorang yang dianggap sebagai ulama
besar da wali yang dimuliakan- dari kawasan Syam. Amr bin Luhay melihat
penduduk Syam menyembah berhala-berhala, kemudian ia meresponya positif
(menganggap itu adalah sebuah kebenaran) dikarenakan Syam adalah tanah air para
Rasul. Selanjutnya Amr bin Luhay membawa
berhala (hubal) kemudian diletakkan di dalam Ka’bah dan mengajak
penduduk berbuat syirik. Dalam hal itu masyarakat mengira bahwa apa yang dibawa
oleh Amr adalah bid’ah hasanah, dan tidak dikatagorikan merubah agama Ibrahim
as.
Beberapa
poses penyembahan berhala yang dilakukan
bangsa Arab adalah : 1) berdiam lama dihadapan berhala, untuk berdoa dan
meminta pertolongan. 2) Menunaikan ibadah haji dan thawaf disekeliling berhala
seraya menghinakan diri disisinya. 3) Menyembelih hewan untuk diqurbankan
kepada berhala. 4) Mengkhususkan makanan dan minuman yang dipilih untuk sajian
berhala. 5) Bernadzar bahwa sebagian hasil pertanian dan ternak untuk berhala.
6) ritual al-Bahirah, as-Sa’ibah, al-Washilah, al-Hami.[6]
Orang Arab
juga suka mengundi nasib dengan al-Azlam, dan mereka juga mempercayai
dukun (kahin), tukang ramal (arraf) dan ahli nujum. Selain itu,
mereka juga terdapat kepercayaan ath-Thiyarah (perasaan pesimis terhadap
sesuatu). Keyakinan bahwa orang yang
mati terbunuh jiwanya tidak tentram jika dendamnya tidak dibalaskan, ruhnya
menjadi burung hantu.
4.
Kondisi Sosial dan moral
masyarakat Arab
Terdapat
lapisan masyarakat yang beragam dengan kondisi bereda-beda di kalangan bangsa
Arab. Istri dari kaum bangsawan memiliki porsi yang sangat besardalam kebebasan
berkehendak dan mengambil kebijakan. Namun berbeda pada lapisan masyarakat
lainnya, pelacuran, pergaulan bebas, dan pertumpahan darah serta perbuatan keji
mewarnai kondisi sosial masa itu.
Kaum jahiliyah dikenal suka beristri banyak
(poligami) tanpa batasan tertentu. Bahkan mereka mengawini dua bersaudara
sekaligus, serta hukum menikahi istri bapak mereka yang sudah ditalak
diperbolehkan. Macam-macam pernikahan pada masa jahiliyah yaitu, 1) penikahan
seperti saat sekarang ini (laki-laki melamar wanita dan memberikan maharnya).
2) nikah al-Istibda’ (laki-laki menyuruh istrinya untuk pergi ke si fulanuntuk bersegama, lalu
setelah itu istrinya diasingkan dan tidak disentuh selamanya hingga ada tanda
kehamilan dari laki-laki tadi, jika terdapat tanda kehamilan, maka terserah
suaminya apakah masih menginginkannya untuk digauli atau tidak) cara ini dikarenakan ingin
mendapatkan anak yang pintar. 3) sekolompok laki-laki kurang dari sepuluh orang
berkumpul dan mendatangi wanita, kemudian masing-masing menggaulinya. Jika
wanita itu hamil, maka dikumpulkannya laki-laki tadi dan nasab anak ditentukan
sesuai pilihan wanita kepada siapa ia senangi. 4) laki-laki dalam jumlah banyak
mendatangi wanita (pelacur, wanita ini memberi tanda dipintu rumahnya), jika
wanita ini hamil, maka diundanglah ahli pelacak jejak (al-Qafah) untuk
menentukan nasab si anak.
Kondisi ini, membuat wanita (budak) mengalami
nasib yang amat buruk. Wanita diperjual belikan, bagaikan binatang ternak.
Hingga diantara mereka ada yang mengubur hidup-hidup anak wanita mereka
dikarenakan takut malu dan enggan menafkahi. Kondisi seperti ini dicatat dalam
al-qur’an Qs. Al-An’am : 151, Qs. An-Nahl : 58-59, Qs. Al-Isra : 31, dan
At-Takwir : 8.
Hubungan kekerabatan seorang laki-laki dengan
saudaranya dan kerabatnya demikian rapat dan kuat, bahkan mereka mempertaruhkan
nyawa demi fanatisme terhadap sukunya. Hal ini membuat seringnya terjadi perang
antar suku.
Disisi lain, moral bangsa Arab juga memiliki
akhlak mulia dan terpuji, bahkan membuat orang lain terkesima dan takjub. Diantaranya
adalah : Kemurahan hati yang selalu dilombakan dan berbangga dengannya.
Pengaruh sifat al-karam (kemurahan hati) yakni meeka sibuk bermain judi, lantas
hasilnya mereka belanjakan makanan untuk fakir miskin. Inilah yang disebut
dengan “Dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah : 219).[7]
Sifat lainnya adalah menepati janji, mereka tidak segan-segan membunuh anaknya
dan menghancurkan rumahnya untuk merealisasikan janji. Harga diri yang tinggi
dan sifat pantang menerima pelecehan juga kezhaliman juga menjadi sifat orang
Arab. Selain itu, tekad yang pantang surut,
meredam kemarahan, sabar, dan amat berhati-hati, juga tercermin dari mereka. Walaupun seakan
terselimuti oleh sifat pemberani yang berlebihan dan langkah cepat untuk
berperang. Gaya hidup yang belum terkontaminasi peradaban dan pengaruhnya
menimbulkan sifat jujur, amanah, anti menipu dan khianat.
B.
Kedatangan
Islam dan Perubahannya
Islam adalah
agama wahyu yang Allah turunkan sejak nabi Adam as diciptakan, Qs. Ar-Rum :
30. Sejalannya dengan waktu, terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang kemudian Allah mengutus nabi dan Rasul-Nya untuk
meluruskan kembali penyimpangan tersebut. Hingga sampai pada nabi Muhammad saw
(sebagai penutup para nabi dan penyempurna ajaran sebelumnya).
Ali
Sodiqin dalam bukunya, “Antropologi Al-Qur’an” menjelaskan terdapat tiga macam
sikap Islam terhadap kehidupan Arab pra Islam, yakni tahmil (menerima atau
membiarkan berlakunya sebuah tradisi), tahmir (menolak tradisi yang ada), dan
Taghyir (menerima tradisi dengan melakukan perbaikan didalamnya).[8]
Langkah awal nabi Muhammad saw dalam menyebarkan
risalahnya adalah dengan membangun karakter individunya. Beliau melakukannya dengan cara paralel
(yakni menyucikannya serta membangun pribai muslim yang berkarakter paling
mulia). Langkah selanjutnya adalah
menjaga masyarakat Islam dan melindunginya. [9]
Dakwah Islamiyah Muhammadiyah terbagi
menjadi dua periode, yakni : Mekkah dan Madinnah. Di Mekkah (+ 10
tahun), umumnya materi dakwah berkisar pada masalah dasar-dasar aqidah
Islamiyah. Keimanan kepada Allah sebagai pusat ikatan kesatuan universum
seluruh eksistensi.[10]
Periode selanjutnya adalah di Madinnah (+ 13 tahun), dakwah Islam
meningkat pada tertib masyarakat hingga tatanan masyarakat negara. Konteks
masyarakat tauhid adalah semangat persatuan, sementara keadilan merupakan sisi
keseimbangan bangunan masyarakatnya.[11]
Secara ringkas, perubahan yang terjadi
semenjak Islam datang adalah sebagai
berikut : (tabel. 1.1)
Pra Islam
|
Kondisi setelah Islam
|
Keterangan
|
Perlakuan Penguasa arab yang
semena-mena terhadap rakyat/budak
|
Menghilangkan sistem perbudakkan
|
Memasukkan semangat keadilan,
kejujuran dan kesamaan (hal ini dilakukan bertahap)[12]
|
Riba yang menyengsarakan peminjam
|
Diharamkannya Riba
|
Qs. Al-Baqarah : 275
|
Kedudukan wanita yang dipandang
rendah
|
Derajat perempuan diangkat
|
Kedudukan wanita terlihat dalam
bidang ibadah, politik, sosial, ekonomi.[13]
|
Kebiasaan Syirik yang dilakukan
orang Arab, yakni menyembah berhala dan ritual-ritual
|
Penanaman aqidaah tauhid
Dan menghilangkan budaya ritual/
syirik tersebut
|
Muhammad saw menghancurkan 360 berhala
yang berada di sekitar Ka’bah.[14]
|
Monopoli perdagangan
|
Nabi muhammad saw membina
kemandirian secara ekonomi bagi rakyat miskin
|
Larangan monopoli perdagangan[15]
|
Budaya Perlakuan menikahi wanita
dengan empat cara (dijelaskan sebelumnya)
|
Dihapuskan semua bentuk pernikahan
jahiliyah kecuali pernikahan jenis pertama (ala saat ini)
|
Dan pembatasan poligami, maksimal
empat orang istri, Qs. An-Nisa : 3
|
|
|
|
C.
Dibalik
Perjalanan Dakwah Islam
Penyerangan
Abrahah Al-Asyram dengan pasukan gajah (bertepatan dengan kelahiran Rasulullah
saw) didasari faktor balas dendan terhadap orang Arab dari Bani Malik bin
Kinanah yang mempermainkan perabotan gereja yang telah dibuat Abrahah (tujuan
pembuatan gereja megah, tinggi menjulang dengan tiang marmer disebabkan keinginannya
agar umat manusia berpaling dari Arab).[16]
Perjuangan
dakwah Islam pada masa Rasullah saw mendapat perlawanan keras, hal ini
dikarenakan karena beberapa faktor, yakni[17]
: 1) Mereka menganggap tunduk kepada ajaran Muhammad saw berarti tunduk kepada
Bani Abd al-Muthalib. 2) Adanya persamaan kedudukan antara bangsawan dengan
budak. 3) Para pemimpin tidak dapt menerima ajaran tentang hari pembalasan. 4)
Taklid kepada nenek moyang. 5) Pemahat dan penjual patung, menganggap Islam
penghalang rezekinya. 6) Pemusatan
ekonomi kepada penguasa (konglomerat) akan terancam jika Islam menyebarkan
agamanya, dan mereka tidak dapat memakan hasil riba.
Faktor utama
nabi Muhammad saw hijrah ke Madinnah bukanlah semata-mata karena siksaan kaum
Quraisy, akan tetapi memenuhi undangan masyarakat Yastrib untuk menyelesaikan
permasalahan di Madinnah yakni perang 40 tahun.[18]
Undangan tersebut disampaikan dua kali.
Kemudian Nabi mengadakan perjanjian yang dikenal dengan Piagam Madinah,
yakni Nabi membentuk negara persemakmuran (kala itu, disepakati oleh komunitas
Yahudi, Nasrani, Anshar, dan Muhajirin). [19]
Anggapan
kaum orientalis yang menerjemahkan gerakan ekspansi berupa pengiriman Kaum
Muhajirin ke berbagai daerah di sekitar Madinnah sebagai motif balas dendam
tidaklah beralasan. Faktanya, satuan ekspansi tersebut hanya berjumlah kurang
dari sepuluh orang (merupakan jumlah yang sangat sedikit untuk melawan kekuatan
Quraisy), adapun tujuannya adalah mencegah kemungkinan terjadinya serangan
bersenjata yag hendak dilancarkan kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar
Madinnah dan mengamati kaum Quraisy (pusat kekuatan anti Islam).
Dalam Kisah Nakhlah, kembali sejarah mencatat
bahwa pecahnya perang bukanlah karena Rasulullah saw menginginkan perperangan,
akan tetapi desakkan yang tidak dapat dihindari memaksa beliau dan kaum
Muslimim berperang.[20]
Anggapan
lain yang tersebar ketika perjanjian Hudaybiyah pada salah satu butirnya, jika
orang Mekkah pergi ke Madinnah, bagi Muhammad saw wajib memulangkannya,
sebaliknya jika orang Madinnah datang ke Mekkah maka tidak perlu dipulangkan.
Butir ini mendapat penolakan dari para sahabat nabi, akan tetapi Rasulullah saw
meyakinkan bahwa beliau lebih mengetahui.[21]
Kenyataannya, orang Mekkah dengan suka rela masuk Islam dan lari ke Madinnah,
namun dikarenakan perjanjian tersebut nabi menolak mereka. Selanjutnya mereka-
yang tertolak- takut untuk kembali ke Mekkah, dan akhirnya berdiam di gurun
pasir dan menganggu kafilah-kafilah Quraisy yang datang dari Syam. Hal ini
membuat Abu Sofyan meminta untuk membatalkan pasal pada perjanjian Hudaybiyah
tersebut, dan akhirnya jamaah haji yang sebelumnya hanya 1400 orang, meningkat
menjadi 10.000 orang.[22]
Hak
Asasi Manusia (HAM) yang diusung saat ini menjadi senjata kebebasan. HAM dalam
piagam PBB merupakan inti dari Atlantic Charter (1941 M) yang sebenarnya
merupakan hasil dari revolusi Prancis. Nabi Muhammad saw telah juga
mencanangkan HAM dengan bimbingan dari wahyu pada khutbah di Arafah 9 dzulhijah
tahun 9 H yang berisikan bahwa manusia memiliki hak-hak yang sama dan derajat
yang dan yang membedakannya hanyalah ketaqwaan. Aturan Islam ini telah
mendahului David Hume (1711-1776 M) yang mempopulerkan humanisme.[23]
Prof. Karim menjelaskan, Orientalis
tidak mau mengakui aturan HAM yang dibawa Rasulullah saw dikarenakan pada abad
Reinasens (15), keadaan masyarakatnya jauh lebih “parah” dari pada masa
kedatangan Nabi saw. Pada saat itu muncul teori-teori Thomas Aquines,
Augustine, dan sebagainya. Sehingga mereka (orientalis) membuat aturan HAM
sendiri.[24]
D.
Kesimpulan
Islam adalah
agama wahyu, yang diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam. Peradaban yang
dibawa dalam ajarannya adalah sesuai dengan fitrah manusia, dan merupakan tata
nilai yang sempurna dan berlaku hingga akhir zaman.
Penyebaran
Islam yakni dengan menggunakan kekuatan sosial dan politik. Anggapan oleh
sebagian orang (orientalis) dengan kekerasan/pedang adalah tidaklah benar. Adapun berkaitan dengan
pengakan zakat dengan pedang bagi orang yang tidak mau membayar pada zaman khalifah Abu Bakar ra bertujuan
agar keengganan tersebut tidak menyebar ke ibadah lainnya.
[1]
Drs. H. M. Sukriyanto AR, dkk. “Strategi Menghadapi Kristenisasi dan
Pemurtadan : Materi Pengembangan Dakwah Daerah Terpencil”. (PP
Muhammadiyah, 2010) hal. 240
[2]
Syeikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri. “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung
Muhammad saw, Dari Kelahiran hingga Detik-detik terakhir, dengan judul asli :
Ar-Rahiq al-Makhtum”. (Jakarta : CV. MuliaSarana, 2001). Hal.29
[3]
M. Abdul Karim. “Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam”. (Yogyakarta :
Pustaka Book Publisher, 2012) Hal. 54
[4] Pandego adalah seluruh modal dari pemilik,
sementara proses pengolahannya dikerjakan oleh penggarap (budak tani).
[5] M. Abdul
Karim. Op.cit.... hal. 55
[6]
Al-Bahirah adalah anak betina dari as-Sa’ibah. As-Saibah adalah unta betina
yang beranak sepuluh kali, melahirkan unta betina tanpa diselingi unta
jantan. Unta ini tidak boleh di
tunggangi, tidak boleh diambil bulunya, susunya idak boleh diminum kecuali olrh
tamu, jika kemudian melahirkan aak betina lagi, maka telinganya dibelah, lalu
dilepas dan diperlakukan sama seperti induknya. Al-Washilah adalah domba betina
yang bila melahirkan sepuluh anak betina secara kembar berturut-turut dalam
lima kehamilan, tidak diselingi jantan, maka dilakukan ritual al-Washilah
(disembelih dan hanya boleh dimakan oleh laki-laki saja), kecuali ada yang mati
maka boleh dimakan bersama). Al-Hami adalah unta betina jantan yang apabila
telah membuahi anak betina sepuluh ekor secara berturut-turut dan tidak
diselingi jantan, maka pungggung unta tersebut dipanaskan (dicolok api), tidak
boleh ditunggangi dan diambil bulunya harus dibiarkan lepas kecuali digunakan
untuk ritual. Hal ini seperti dalam Qs. Al-Maidah 103 dan Al-An’am : 139.
[7] Syeikh al-Mubarakfuri. Op.cit..... hal 51
[8] Sodiqin,
Ali. “Antropologi Al-Qur’an”. (Jakarta : Ar-Ruzz Media, 2008) Hal. 175 – 226.
[9] Dar
al-‘Ilm. “Atlas Sejarah Islam”. (Jakarta : Kaysa Media, 2011) hal. 10
[10] Drs.
Sukriyanto. Op.cit.... hal. 235
[11] Ibid.
[12] Dede
Makhyaruddin. “Muhammad saw, The Super Husband Kisah Cinta Terindah Sepanjang
Sejarah”. (Jakarta : Mizan Publika, 2013). Hal. 324-329
[13]
Zahrotul Uyun. “Posisi Perempuan Dalam Islam”. (Suhuf vol. Xiv, No. 01/Mei
2002. UMS. FAI)
[14] Abdul
Karim. Op.cit.... hal 60
[15] Ibid.
Hal 58
[16] Dar
Al-‘Ilm. Op.cit... hal. 5 (dalam buku
lain disebutkan bahwa laki-laki Bani Kinanah tersebut masuk secara diam-diam ke
gereja lalu membuang hajat di dalamnya, hingga membuat Abrahah marah dan
bersumpah hendak menghancurkan Ka’bah. (Al-Hamid al-Husaini. “Riwayat Kehidupan
Nabi Besar Muhammad saw”. (Jakarta : Yayasan Al-Hamidiy, 1994. Hal 167)
[17] Abdul
Karim. Op.cit.... hal 66
[18]Perang
ini terjadi antara Bani Bakar dan Bani Taghlib akibat persoalan saling mengejek
dalam ajang pacuan kuda antara kuda Dahis (jantan) dan kuda Ghabra
(betina), selain itu perng Bu’ath yang
terjadi antaara suku Aus danKhazraj.
[19] Latar belakang peristiwa hijrah ini adalah
untuk mempertegas jawaban kepada kaum orientalis atas tuduhan yang mengatakan
“Rasulullah lari dari Mekkah”.
[20] Abdul
Karim. Op.cit.... hal. 72
[21] Ada
beberapa anggapan yang menyebutkan bahwa keputusan Muhammad saw adalah bodoh.
[22]
Dijelaskan oleh Prof. Karim, bahwa kesepakatan yang diambil Muhammad saw adalah
karena keyakinan Muhammad saw terhadap orang Madinnah yang tidak akan datang ke
Mekkah tanpa ijin dari beliau, dan sebaliknya, Rasulullah juga berkeyakinan
bahwa orang Mekkah yang sudah masuk Madinnah dan merasakan keindahan Islam
tidak akan ingin kembali ke Mekkah.
[23] Abdul
Karim. Op.cit.... Hal. 73-74
[24] Dari
wancana tersebut, jika dikaji maka akan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kedatangan nabi Muhmmad diakui membawa kebaikan, sehingga keadaan yang ‘parah’
sebelumnya dapat beralih menjadi lebih baik. Namun anehnya, mereka tidak
mengakui ini secara jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar