1.
PENDAHULUAN
Kewajiban seorang muslim adalah beribadah kepada Allah sebagai
wujud rasa syukur dan perintah (dari Raja) bagi seorang hamba kepada Tuhannya.Islam
merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia (Qs. Ar-rum : 30), oleh sebab
itu ia sesuai dan dapat diterapkan di setiap jaman dan tempat. Sains dan tekhnologi telah menimbulkan
gelombang perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yakni struktur
kehidupan masyarakat, sistem politik, ekonomi, dan lain-lain.
Sejak manusia mengenal hidup bergaul, tumbuhlah suatu masalah
bersama yang harus dipecahkan, yakni bagaimana setiap manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya. kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani, yang berarti
aturan, sehingga ekonomi adalah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan
hidup manusia dalam rumah tangga (baik dalam lingkup rumah tangga rakyat hingga
negara).
Beberapa elemen masalah yang menjadi perhatian para ahli ekonomi: 1).Kegiatan
seseorang dan masyarakat dalam produksi, distribusi dan konsumsi.2). Prilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan. 3).Terdapatnya sumber-sumber pemenuhan
kebutuhan yang dianggap terbatas. 4).Keharusan untuk memilih alternatif (untuk
menentukan tujan ataupun menggunakann sumber alternatif).
Sistem ekonomi yang dikenal lahir dari Barat yakni EkonomiKapitalis
nampak pengkultusan individu, kepentingan pribadi dan kebebasan yang bersifat mutlak dalam pemilikkan dan
pengembangan, dan pembelajaan harta. Sedangkan pada sistem komunis dalam
merealisasikan cita-citanya berpegang pada kekuasaan negara, atau kediktatoran
penguasa.
Permasalahan ekonomi yang berkembang semenjak tahun 1776 ketika
lahirnya buku Adam smith The Wealth of Nations, mula-mula dipahami sebagai soal
bagaimana mencapai kemakmuran, menjadi masalah kemiskinan, konflik antak klas,
ras, dan bangsa dan akhir-akhir ini menjadi masalah pembangunan dan pengolahan
sumber-sumber secara lestari. Angka anggota masyarakat yang dikatakan oleh
prof. Sumitro Djojohadikusumo yakni ‘hanya’ ada sekitar 30 juta masyarakat yang
hidup dibawah garis kemiskinan, belum bisa berbangga hati jika dibandingkan
dengan landasan rendahnya tingkat pendapatan rata-rata perkapita di lingkungan
negara-negara ASEAN. Dalam teori ekonomi ini disebabkan oleh rendahnya tingkat
produktivitas.
Masalah ekonomi lainnya saat ini, adalah perdagangan internasional
dan proteksi , defisit dan utang, kemiskinan (pengangguran dan inflasi), serta kelangkaan.Didin
Hafidhudin menuliskan, kehancuran sistem ekonomi saat ini karena paradigma
berfikir kapitalis dan sosialisyang telah menjadikan hawa nafsu manusia sebagai
pengendali aktivitas ekonominya, bukan moral, etika dan akhlak.
Banyaknya masalah yang ditimbulkan dari ekonomi, menuntut solusi
cerdas dalam penyelesaiannya. Keterpaduan
antara akhlak dengan ekonomi kapitalis dan sosialis komunis dipisahkan. Kegelisahan ekonomi saat ini adalah akibat
dari dominasi “nilai-nilai keinginan atas nilai-nilai hakiki.
Munculnya pandangan Barat bahwa “alat adalah bagian penting dari kemanusiaan”
berdampak tumbuh pula sikap berlebih-lebihan dalam menggunakan berbagai sarana
kesenangan yang tidak bermanfaat juga mendapat perhatian dalam pemikiran
ekonomi Yusuf Qardhawi.
2.
BIOGRAFI YUSUF QARDHAWI
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi di lahirkan di Desa Shafth Turaab, Mesir
bagian Barat pada tanggal 9 September 1926 M.
Ia lahir dari keluarga yang tekun beragama. Al-qardhawi dibesarkan oleh
pamannya sejak berumur 2 tahun
dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Walaupun tidak tumbuh dengan orang tua
kandungnya, beliau tetap mendapatkan perhatian cukup besar dari pamannya. Sejak
umur 5 tahun ia sudah mulai belajar menghafalkan Al-qur’an, dan pada umur 10
tahun Al-qardhawi sudah hafal secara keseluruhan secara fasih. Beliau
disekolahkan pada sekolah dasar di bawah lingkungan Departemen Pendidikan dan
Pengajaran Mesir yakni di Madrasah TsanawiyahMa’had Thantha Mesir untuk
mempelajari ilmu-ilmu umum. Ia selalu menempati peringkat pertama hingga salah
satu guru memberinya gelar Allamah. Ketika di sekolah menengah umum diapun
meraih engking kedua untuk tingkat nasional, Mesir. Kemudian A-Qardhawi
melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, ia
lulus pada tahun 1952 dengan menduduki rengking pertama dari 180 mahasiswa. Prestasi
yang diraihnya tidak berhenti sampai disana, ia melanjutkan pendidikannya ke jurusan khusus bahasa Arab
di Al-azhar, selama 2 tahun dan mendapatkan prestasi juara pertama dari 500
mahasiswa dalam memperoleh ijazah Internasional dan sertifikat pengajaran.
Al-qardhawi memperoleh rekomendasi untuk mengajar dari fakultas bahasa dan
sastra pada tahun 1954.
Pada tahun 1957 Yusuf Qardhawi melanjutkan studi ke Lembaga Tinggi
Riset dan Penelitian masalah-masalah Arab selama 3 tahun, akhirnya mendapat
diploma dibidang bahasa dan sastra. Kembali ia melanjutkan pendidikannya pada
Pasca Sarjana jurusan Ilmu-ilmu Al-qur’an dan Sunnah di Fakultas Ushuluddin,
tahun 1960 dia mendapatkan Ijazah Master. Beliau berhasil mendapatkan gelar
Doktor dengan peringkat “summa comlaude” pada tahun 1973 dengan disertasi yang
berjudul “Fiqh Az-zakah” (Zakat dan pengaruhnya dalam memecahkan poblematika
sosial). Keterlambatan beliau yang
seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 2 tahun dikarenakan masa krisis yang
menimpa Mesir kala itu, membuatnya harus ditahan oleh penguasa militer Mesir
atas tuduhan mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin.
Al-Qardhawi pindah ke Qatar pada tahun 1961 dan sempat mendirikan
Madrasah ad-Din (Institute Agama) yang menjadi cikal bakal Fakultas Syari’ah di
Universitas Qatar, selanjutnya beliau
duduk sebagai Dekan Fakuultas Syari’ah pada Universitas tersebut. Selain
itu, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunah Nabi. Al-qardhawi
mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Daha sebagai tempat tinggalnya.
Beliau aktif mengisi khutbah-khutbah hingga sempat dilarang sebagai khatib di
sebuah masjid di daerah Zamalik karena isi khutbahnya dinilai menciptakan opini
umum tentang ketidakadilan rezim saat itu. Disamping itu beliau juga menjadi
pengawas para Akademik Para Imam dalam lembagayang berada di bawah kementrian
wakaf Mesir. Dan ia sangat berjasa dalam mencerdaskan bangsa melalui bidang
pendidikan formal dan non formal.
Pemikiran Yusuf Qardhawi dalam bidang keagamaan dan politik banyak
diwarnai oleh pemikiran Syekh Hasan al-Banna.
Mengenai wawasan ilmiahnya, ia dipengaruhi oleh pemikiran ulama-ulama
al-Azhar. Al-Qardhawi menikah Desember 1958 dengan wanita dari keluarga
Hasyimiyah Husainiyah dan dikaruniai 4 orang putri dan 3 orang putra.
Putra-putri YusufAl-Qardhawi juga mengukir prestasi dalam pendidikannya.
3.
PEMIKIRAN YUSUF QARDHAWI DALAM EKONOMI
Penjelasan pemikiran ekonomi Yusuf Qardhawi, lebih di titik
beratkan kepada perbedaan antara ekonomi Islam dengan ekonomi hasil teori manusia, yakni terletak
pada nilai dan akhlak. Hal ini meliputi urgensi, kedudukan dan dampaknya dalam
berbagai bidang ekonomi seperti produksi, konsumsi, perputaran, dan peredaran.
Al-Qardhawi menekankan Ekonomi adalah harapan menjadi ilmu, tetapi
bukan ilmu. Dijelaskan olehnya, pemikiran-pemikiran ekonomi bukanlah pmikiran yang mapan dan
permanen, akan tetapi mengalami perubahan dan pergantian (ditetapkan dan
dihapuskan, menerima dan menolak sesuai berbagai aliran ekonomi yang ada).
Al-Qardhawi juga menguatkan hal ini dengan pendapat ahli ekonomi Amerika
Serikat, John Ghams yang menyatakan bahwa ekonomi adalah bukan ilmu, tetapi
harapan menjadi ilmu. Pendapat serupa dikemukan oleh Williams James (ahli
psikologi terkenal) pada penutup dari pernyataannya bahwa ekonomi bukan ilmu,
melainkan keinginan untuk menjadi ilmu.
A.
Nilai Dan Karakteristik Ekonomi Islam
Ekonomi Islam berbeda
dengan yang lainnya, dikatakan oleh Yusuf qardhawi bahwa ekonomi Islam adalah
“ekonomi Ilahiah”, “ekonomi berwawasan kemanusiaan”, “ekonomi akhlak”, dan
“ekonomi pertengahan”. Dijelaskan lebih lanjut, produksi, konsumsi, sirkulasi,
dan distribusi merupakan cabang, buah dan dampak dari makna dan nilai keempat
ekonomi diatas sebagai cerminan ataupun penegasan. Sebaliknya jika tidak demikian, Yusuf Qardhawi menyebut
ke-Islam-an hanya sekedar simbol dan pengakuan.
·
Ekonomi
Ilahiah
Dikatakan
Ekonomi Ilahiah karena bertitik berangkatnya dari Allah. Sehingga tujuan, cara
dan kegiatan-kegiatan ekonomi diikatkan pada prinsip Ilahiah yakni tidak
bertentangan dengan syari’at Allah SWT. Dasar ayat Al-qur’an berkaitan dengan
hal ini tercantum dalam Qs. Al-Mulk : 15, Qs. Al-Baqarah : 168, Qs. Al-‘raf :
31-32, Qs. Al-Isra : 29, Qs. Saba : 15, Qs. Al-Baqarah : 72.
Dengan prinsip
Ilahiah, seorang muslim akan selalu tunduk kepada aturan Allah dalam
bermuamalah, sehingga ia akan menghindari sesuatu yang haram, tidak akan
melakukan penimbunan,
tidak akan berlaku zalim, menipu, menyuap dan menerima suapan, bahkan dari
hal-hal syubhat. Ketika seorang muslim memiliki harta, hartanya tidak
mutlak miliknya sehingga tidak bertindak sekehendak hatinya.
Makna
selanjutnya dari ekonomi Ilahiah yakni menempatkan kegiatan ekonomi sebagai
sarana penunjang baginya dan mejadi pelayan
bagi aqidah dan risalahnya. Yusuf Qardhawi juga menekankan bahwa Ekonomi
adalah bagian dari Islam, dan merupakan bagian yang dinamis serta penting,
tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik pangkal ajarannya,
bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradaban dan bukan pula cita-cita umatnya.
Ekonomi Islam
yang Rabbani ini juga menjelaskan adaya pengawasan Internal atau hati
nurani, yang ditumbuhkan di dalam diri seorang muslim. Oleh sebab itu, Yusuf
Qardhawi merasa pentingnya penfifikan iman dalam rangka mengarahkan
perekonomian ke arah yang dikehendaki Islam dan mengendalikannya dengan hukum
syari’ah. Dunia persaingan di alam liberalisasi ekonomi yang pelakunya ingin
melahap segala sesuatu tetapi tidak pernah merasa kenyang dan tidak mengenal
akhlak dan kemuliaan, iman menjadikan pemiliknya memiliki hati yang akan
mencintai kebenaran, menginginkan kebajikan, dan mengharapkan kehidupan akhirat
seelah dunia. Sehingga, mu’min yang memiliki harta, tidak akan pernah
membiarkan harta itu memilikinya.
·
Ekonomi
Akhlak
Al-Qardhawi
menyatakan bahwa antara ekonomi dan akhlak tidak akan penah terpisah. Tidak
hanya dalam ekonomi, akan tetapi berlaku juga dalam dunia politik, perang, dan
ilmu. Dikatakan olehnya akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islami.
Hal ini berdasarkan pada Risalah Islam adalah risalah akhlak, yakni dalam sabda
rasulullah saw, “Susungguhnya tiadalah aku diutus , melainkan hanya untuk
menyempurnakan akhlak”.
Makna dari
ekonomi akhlak ini adalah seorang muslim (baik pribadi ataupun bersama-sama)
tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya, ataupun apa yang
menguntungkan saja. Hal ini dikarenakan seorang muslim terikan oleh iman dan
akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilkukannya.
·
Ekonomi
Kemanusiaan
Dalam bahasan
ekonomi kemanusiaan ini, Al-Qardhawi menjelaskan bahwa manusia adalah merupakan
tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam, sekaligus merupakan saran dan
pelakunya, yakni dengan memanfaatkan ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Lebih
lanjut beliau menuliskan nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada
sejumlah nilai yang dengannya lahir warisan yang berharga dan peradaban yang
istimewa. Nilai ini yang terkandung dalam makna dari
zakat yang diperintahkan Allah.
Disamping itu,
ekonomi manusia yang dimaksud oleh Al-Qardhawi, adalah mewujudkan kehidupan yang baik bagi manusia.
Dijelaskan dalam pandangan Islam kehidupan yang baik terdiri dari dua unsur
yang saling melengkapi yakni Unsur materidan
Unsur Ruhani. Zuhud (kesederhanaan) yang
diajarkan Islam adalah kemampuan mengatasi syahwat kehidupan dan gemerlapnya
dunia dan mendahulukan Akhirat daripada dunia, jika keduanya bertentangan.
Sehingga disimpulkan, harta yang menjadikan orang muslim bahagia adalah harta
yang mencukupinya, dan menjaganya dari meminta-minta kepada orang lain.
Disamping kesehatan dan keamanan.
·
Ekonomi
Pertengahan
Ekonomi pertengahan bermakna keadilan yang ditegakkan oleh Islam
diantara individu dengan masyarakat. Sistem ekonomi Islam tidak seperti
kapitalis, juga tidak seperti sosialis. Qs. Ar-Rahman : 7-9, “Dan Allah
telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan), supaya kamu
jangan melampaui batas tentang neraca itu, dan tegakkanlah timbangan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”
Nilai pertengahan dan keseimbangan yang dibawa oleh Islam
adalah berkaitan dengan dua aspek yakni
harta dan pemilikan.
Ø Sikap Islam terhadap Harta
Yang dimaksud harta disini merupakan bentuk jamak dari kata maal
yakni segala sesuatu yangdiinginkan sekali oleh manusian untuk menyimpan dan
memilikinya.Islam
tidak memihak kelompok orang-orang yang menolak dunia seperti Barahimah
(India), Budha (Cina), Manawiah (Persia), Kaum Suci (Yunani), dan sisitem
kependetaan (Nasrani), Islam tidak juga memihak pandangan kaum matrealistis dan
dahriyyah sepanjang masa dan disetiap
tempat. Akan tetapi, Islam mengambil sikap pertengahan diantara kedua kelompok
tersebut.
Oleh karena itu, Harta hanya merupakan sarana untuk mencapai
kebaikan berupa hubungan baik dengan Allah dan kepada sesama makhluk.
Al-Qardhawi juga membantah pendapat orang yang mengaku ahli tasawwuf bahwa
memperbanyak harta merupakan penghalang kepada Allah dan siksaan, sedangkan
menyimpannya merupakan hal yang bertentangan dengan tawakal. Hal ini dikaji
dari tujuan dan dampaknya.
Dipaparkan juga dalam pembahasan ini bahwa kehidupan ekonomi yang
baik adalah sarana mencapai tujuan yang lebih besar. Dan manusia diciptakan
bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi masalah ekonomilah yang diciptakan untuk
kepentingan manusia.
Ø Pertengahan Islam dalam
Masalah Kepemilikan.
Islam mengakui kebebasan pemilikan, dan harta milik pribadi yang
dijadikan landasan pembangunan ekonomi,
apabila berpegang pada ketentuan Allah.
Pemilikan dengan jalan halal dan pengembangannya pula dengan yang telah
disyari’atkan. Berkaitan kepemilikan ini, Islam mewajibkan atas pemiliknya untuk
zakat, memberikan nafkah pada kaum kerabat, menolong orang mendapatkan musibah
dan membutuhkan, berpasrtisipasi terhadap penyelesaian persoalan masyarakat.
Dan sebaliknya, Islam mengharamkan pemilik harta membuat kerusakan di muka
bumi.
Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa penetapan kepemilikan barang
yang bersifat dharuri (sangat dibutuhkan) bagi semua manusia ditiadakan. Hal
ini menurut hadist rasulullah saw disebutkan empat hal, yaitu : air, padang
rumput, api, dan garam. Sehubungan dengan ini para ahli fiqh menqiyaskan kepada
benda yang ditegaskan oleh nash tersebut adalah semua jenis barang tambang yang
memenuhi dua unsur, yakni kebutuhan manusia kepadanya, dan mudah didapat (tanpa
usaha berarti).
B.
Nilai Dan Moral Dalam Kegiatan Ekonomi
·
PRODUKSI
Yusuf Al-Qardhawi mengawali penjabaran mengenai kegiatan produksi
bukanlah menjadi pusat perhatian ekonomi Islam, akan tetapi pada
pendistribusian harta. Lebih lanjut ia menggali arti produksi menurut para ahli
ekonomi
adalah kekayaan alam yang Allah ciptakan untuk kemudian dikelola dengan
menggunakan akal yang disertai ilmu dan amal. Kekayaan alam itu berupa fauna,
flora, pertambangan, matahari dan bulan. Penekanan kembali titik produksi
adalah kewajiban dalam amal bagi yang mampu, dijabarkan seorang muslim tidak
boleh duduk berpangku tangan, tidak mau berusaha dengan alasan sibuk ibadah dan
tawakal kepada Allah.
Al-qardhawi membagi unsur pokok dalam produksi hanya dua saja,
yakni tanah (alam) dan kerja.
Alam (bumi) adalah tanah lapangan dan medannya, sedangkan manusia adala pekerjanya,
untuk modal sendiri beliau menggolongkannya sebagai alat dan prasarana yang
merupakan hasil dari kerja. Kerja disini dipandang sebagai ibadah, dan menuntut
setiap muslim untuk mandiri memenuhi kebutuhannya (sendiri, keluarga,
masyarakat, bahkan untuk kehidupan dan makhluk secara umum).
Kegiatan produksi ini menuntut profesional seseorang dalam beramal.
Hal ini berkaitan dengan dua akhlak pokok, yakni amanah dan Ikhlas. Makna
amanah dan ikhlas ini menyebabkan ia merasa pekerjaanya diawasi Tuhannya. Al-Qardhawi
juga mengaitkan produktifitas dengan ketenangan jiwa dan pengaruh istiqomah
serta nilai waktu dalam diri.
Pembatasan seorang muslim terhadap yang halal dalam kegiatan
produksi juga menjadi kajian yang tak terpisahkan. Ini merupakan salah
satu letak perbedaan dari sistem ekonomi
buatan manusia. Yang tidak mengenal batas-batas halal dan haram. Dan
pemeliharaan sumber daya alam merupakan tugas manusia yang diamanahkan Allah
untuk mrnjadi khalifah.
Tujuan Produksi mencakup dua pokok yakni merealisasikan pemenuhan
kebutuhan baginya dan merealisasikan kemandirian umat. Islam tidak rela umatnya
hidup pada tingkatan yang kehidupan yang rendah dan kekurangan. Adapun tingkat
kelayakan yang sedapat mungkin dicapai adalah : jumlah makanan dan air yang
cukup (agar ia kuat untuk melaksanakan ibadah dan menjaga kebersihan dirinya),
pakaian yang menutup aurat, dan tempat tinggal yang sehat. Sedangkan kemandirian umat mengandung makna
terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban dan ketentraman, malalui jalan
yang disebut “fardhu kifayah”(mencakup ilmu, amal, industri).
Mencapai kemandirian bagi setiap individu dan umat agar produktif
hingga akhirnya merealisasikan kecukupan mendapat penekanan dalam hal ini,
Al-Qardhawi menjadikan hadist sebagai dasar pentingnya mandiri dan larangan
untuk bergantung kepada orang lain atau menerima shadaqah dari mereka padahal
ia kuat dan mampu bekerja dengan ancaman bara api.Kaum
muslim boleh meminta dalam beberapa hal,
sesuai hadist kisah Qabisah bin Mukhariq berikut,:
Berkata Qabisah, “Aku memikul sebuah beban, lalu aku datang kepada
Rasulullah sawmeminta sebagiannya. Rasulullah saw bersabda : “Berdirilah sampai
ada orang yang datang untuk bershadaqah (zakat). Aku akan menyuruhnya agar shadaqah
itu diberikan kepadamu.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Wahai Qabisah
sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga
orang : seseorang memiliki beban berat, maka halal baginya meminta-minta,
sehingga ia dapat memenuhinya sendiri. Seseorang yang tertimpa musibah yang
menghabiskan hartanya, maka boleh baginya untuk memintasehingga orang itu dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Seseorag yang tertimpa suatu kesulitan
maka halal baginya meminta, sehingga mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Orang
tersebut harus diperkuat tiga saksidari kaummnya yang menyatakan bahwa orang
itu hidupnya susah. Selain yang tiga ini jika meminta, wahai Qabisah, adalah
haram, pelakunya sama dengan memakan barang haram” (HR.Muslim, Abu Daud, dan
Nasa’i)
Merealisasikan
pemenuhan kebutuhan umat, dilakukan melalui berbagai cara dan prasarana secara
konseptual dan operasional dilakukan bersama-sama (terutama para penguasa yang
diberi amanah). Cara tersebut meliputi, kebutuhan perencanaan, persiapan sumber
daya manusia dan pembagian tugas yang baik, memberlakukan sumber daya alam
dengan baik, keragaman produksi, mengoptimalkan fungsi kekayaan
·
KONSUMSI
Konsumsi mendorong masyarakat untuk memproduksi, hal ini agar
terpenuhinya kebutuhan. Dalam nilai dan moral pada bidang ini adalah bagaimana
konsumsi diarahkan kepada hal-hal yang baik dan memerangi kebakhilan serta
kekikiran. Kewajiban berinfaq dengan dua orientasi infaq yang dituntut adalah
infaq dijalan Allah dan nafkah kepada diri dan keluarga.
Setelah sseorang muslim tidak bebas untuk mendapatkan harta dengan
jalan haram, ia juga dibatasi dalam pengeluarannya kepada yang haram. Hal ini
sebagai penjagaan diri terhadap pertanggung jawaban terhadap harta tersebut.
Seorang muslim juga diharuskan menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran
agar sebisa mungkin terhindar dari berhutang. Selain itu, nilai dan moral dalam
bidang konsumsi mengajarkan untuk menjaga barang-barang inventaris.
Selain itu, Islam
tidak menganjurkan hidup dalam kemewahan. Dijelaskan bahwa sesungguhnya
kemewahan adalah perusak individu karena kemewahan menyibukkan manusia dengan
nafsu perut dan kemaluannya, melalaikan dari hal-hal mulia dan akhlak luhur,
disamping membunuh semangat jihad, kesungguhan dan keperihatinan, dan
menjadikannya hamba kehidupan santai dan kesenangan.
Demikian pula larangan Islam berupa kecaman Al-qur’an bagi sikap pemborasan dan
menyia-nyiakan harta.
Sehingga Islam
membatasi tentang pembelanjaan harta ada du kriteria, yakni batasan yang
terkait dengan kriteria sesuatu yang dibelanjakan berupa cara dan sifatnya,
serta batasan yang terkait dengan kuantitas dan ukurannya. Penjelasannya
adalah, setiap pembelanjaan dalam hal-hal yang diharamkan adalah sesuatu
perbuatan boros yang dilarang Islam. Masksud selanjutnya adalah membelanjakan
barang atau konsumtif berlebihan terhadap barang yang tidak diperlukan.
Pembatasan
konsumsi yang ditunjukkan Islam kepada
beberapa sasaran pendidikan moral, pendidikan sosial, pendidikan ekonomi,
pendidikan kesehatan dan jasmani, pendidikan kemiliteran dan politik.
·
PERPUTARAN
Yang dimaksud sirkulasi/perputaran adalah sejumlah transaksi dan
operasi yang dipakai orang untuk sirkulasi barang dan jasa. Perbedaan ekonomi
Islam dalam hal ini dikatakan oleh Al-Qardhawi, berjalan menurut aturan yang
berbeda dari sistem komunis yang meniadakan kebebasan pasar, dan berbeda dari
sistem kapitalis yang membiarkan pasar menjadi liberal sehingga memangsa
orang-orang lemah.
Dalam proses perputaran ini diharamkan memperdagangkan barang-barang
haram, kemudian proses ini dalam Islam menanamkan kejujuran, amanat, dan
nasihat (nasihat disini adalh menyukai kebaikan dan manfaat bagi orang lain
sebagaimana untuk dirinya sendiri). Selain itu pula nilai-nilai yang ditetapkan
adalah sikap adil dan pengharaman riba.
Selanjutnya yaitu kasih sayang dan pengharaman monopoli, disini menekankan
nilai toleransi, ukhuwah dan shadaqah. Dan pada titik akhirnya nilai ini
bermuara pada bekal pedagang menuju akhirat.
·
DISTRIBUSI
Dalam ekonomi kapitalis, distribusi memiliki empat komponen yang
berandil, yakni upah, bunga, ongkos, keuntungan, Islam menolak komponen bunga.
Hal ini telah disepakati para ulama Islam dan lembaga fiqh kontemporer juga
telah mengadakan konsesus bahwa setiap bentuk bunga adalah riba.
4.
ANALISA TERHADAP PEMIKIRAN TOKOH
Analisa pemikiran ekonomi Yusuf Qardhawi terhadap pemikiran lokal
akan di dudukan kembali dengan permasalahan yang menuntut pemikiran-pemikiran
untuk diselesaikan.
Tantangan Islam menghadapi sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis,
sebagaimana telah dijabarkan sedikit diatas dalam teori Al-Qardhawi yakni
ekonomi kemanusiaan dan ekonomi pertengahan, kedua nilai ekonomi yang merupakan
wujud nilai dan karakteristik ekonomi Islam dinilai mampu mengembalikan pelaku
ekonomi (muslim) kepada seseorang yang memiliki moral dan etika menjadi seseorang yang akan mencapai tujuan
tertinggi.
Dawam Rahardjo menjelaskan kegiatan ekonomi tidak bisa dilepaskan
dari pertimbangan etis dan moral. Hal ini merupakan kesimpulan dari pengertian
mengenai moral dan ilmu moral yang dirumuskan oleh Boulding (yang sejalan
dengan pengertian umum mengenai ilmu ekonomi).
Selain itu Didin Hafidhuddin yang menjelaskan bahwa masalah terjadi karena
dikendalikannya aktivitas ekonomi oleh hawa nafsu dan bukan moral, etika serta
akhlak, sesuai dengan penyelesaian yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi.
Permasalahan ekonomi soal bagaimana mencapai kemakmuran, menjadi
masalah kemiskinan, konflik antak klas, ras, dan bangsa dan akhir-akhir ini
menjadi masalah pembangunan dan pengolahan sumber-sumber secara lestari. Angka
anggota masyarakat ‘hanya’ ada sekitar 30 juta masyarakat yang hidup dibawah
garis kemiskinan, rendahnya tingkat produktivitas. Inipun sudah bisa diselesaikan
dengan menerapkan teori ekonomi yang dijabarkan diatas.
Konsep kepemilikan dan zakat, serta motivasi bagi seorang muslim
untuk membangun kemandirian dengan menanamkan ekonomi Ilahiah, dinilai cukup
efektif untuk keluar dari masalah tersebut. A. Dawam pun menyatakan, umat Islam
memiliki komitmen yang sistematik dalam rukun Islam untuk memberantas
kemiskinan (zakat), ditambahkan olehnya ketimpangan antara warga miskin yang
jauh memerlukan diambilnya prakarsa pengembangan kegiatan produktif guna memberantas
kemiskinan.
S.M. Hasanuz Jaman, seorang bankir Pakistan (Ekonomi Muslim),
Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan
aplikasi dari suruhan-suruhan dan tata aturan syari’ah, yang bertujuan untuk
mencegah ketidakadilan dalam penelitian dan pemanfaatan sumber-sumber material,
guna memenuhi kebutuhan manusia sehingga memungkinkan mereka melaksanakan
perintah-perintah Allah dan kewajiban masyarakat.
Tantangan Globalisasi yang semakin marak di Indonesia, memberikan
kekhawatiran yang tak bisa dibilang ringan. Berkaitan dengan ini, globalisasi
pun sudah pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw, yakni ketika nabi dan para
sahabat melakukan perniagaan ke luar negri seperti ke Mesir, Syam, Irak, Yaman,
Turky, dan Spanyol. Riwayat dari kisah Umar bin Khattab yang ketika melewati
pasar dan melihat banyak orang yang berdagang/melibatkan diri dalam peniagaan
adalah orang luar dan awam. Hal ini membuat Umar ra bersedih. Dan berkata
beberapa orang kepada Umar ra “tapi tuan, Allah telah menaklukan untuk kita
banyak negara dan harta rampasan perang telah sampai ketangan kita demikian
banyaknya. Ini menyebabkan kita tidak perlu lagi berniaga untuk memenuhi
kebutuhan. Dan Umar ra menjawab ”jika kamu ingin meninggalkan kkegiatan
perniagaan sebagai tanggung jawab, kamu akan mendapatkan bahwa kaum lelaki kamu
akan bergantung dengan lelaki mereka dan kaum perempuanmu akan bergantung
kepada kum perempuan mereka”.
Mengapa Indonesia selalu kalah langkah dalam ekonomi, dipaparkan
pula oleh Prof. Dr. H. Matthias Aroef, MSIE. IPM dan Ir. Jusman Syafi’i Djamal
dalam bukunya “Grand economic Strategy, Siasat Memicu Produktivitas Untuk
Memenangkan Persaingan Global” bahwa ketiadaan kesadaran “Indonesia
Incorporated”, dan sikap “cuek” pemimpin dalam peningkatan mutu dan
kinerja.
Ia membandingkan Indonesia dengan Jepang dan Amerika Serikat dalam
penilaiannya, walaupun demikian hal ini dapat dibenarkan mengingat kekayaan
alam Indonesia yang pada dasarnya tidak kalah dari kedua negara tersebut. Namun
penyelesaian intinya adalah dikembalikan kembali kepada kualitas individunya
yang ditinjau dari nilai dan moral.
5.
KESIMPULAN
Permasalahan
ekonomi menjadi masalah utama dalam pembangunan sebuah peradaban, disamping
bidang lain yakni politik, dan budaya. Namun kemakmuran dalam bidang ekonomi
bukanlah cita-cita utama dalam penilaian kemajuan sebuah bangsa. Islam adalah
kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari segala bidang. Hasil akhir dari
Islam adalah menciptakan manusia yang baik, dengan dasar nilai dan moral sesuai
dengan syari’at Allah SWT. Parameter kebaikan dalam Islam adalah kebenaran
berdasarkan wahyu Allah bukan berdasarkan kesepakatan manusia semata
(mendefinisikan kebaikan).
Dengan
tersedianya sumber daya alam dan manusia yang merupakan faktor produksi
ekonomi, Indonesia akan dapat lepas dari masalah-masalah ekonomi yang sedang
menjangkitnya dengan menerapkan teori ekonomi Yusuf Qardhawi (yang sudah
dipaparkan diatas). Pada Akhirnya, masalah kemiskinan, ketergantungan, dan
kelangkaan Sumber daya baik alam maupun manusia dapat diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim.” Ekonomi Islam suatu kajian Kontempore.
mencermati Globalisasi”. Jakarta : Gema Insani : Jakarta, 2001.
Media
Tim Hidayatullah, Biografi Singkat Dr_ Al-Qardhawi, Media Homepage.html,
Prof.
Dr. H. Matthias Aroef, MSIE. IPM, Ir. Jusman Syafi’i djamal. “Grand
Techno-economic Strategy, Siasat Memicu Produktivitas untuk Memenangkan
Persaingan Global.” ( Jakarta : Mizan, 2009)
Rahardjo.
A.Dawam. 1999. “Islam dan Transformasi
Sosial-Ekonomi.” Jakarta : LSAF