Sabtu, 04 Oktober 2014

Pemikiran Ekonomi Yusuf Qardhawi 3

4.      ANALISA TERHADAP PEMIKIRAN TOKOH
Analisa pemikiran ekonomi Yusuf Qardhawi terhadap pemikiran lokal akan di dudukan kembali dengan permasalahan yang menuntut pemikiran-pemikiran untuk diselesaikan.
Tantangan Islam menghadapi sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis, sebagaimana telah dijabarkan sedikit diatas dalam teori Al-Qardhawi yakni ekonomi kemanusiaan dan ekonomi pertengahan, kedua nilai ekonomi yang merupakan wujud nilai dan karakteristik ekonomi Islam dinilai mampu mengembalikan pelaku ekonomi (muslim) kepada seseorang yang memiliki moral dan etika  menjadi seseorang yang akan mencapai tujuan tertinggi.
Dawam Rahardjo menjelaskan kegiatan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan etis dan moral. Hal ini merupakan kesimpulan dari pengertian mengenai moral dan ilmu moral yang dirumuskan oleh Boulding (yang sejalan dengan pengertian umum mengenai ilmu ekonomi)[26]. Selain itu Didin Hafidhuddin yang menjelaskan bahwa masalah terjadi karena dikendalikannya aktivitas ekonomi oleh hawa nafsu dan bukan moral, etika serta akhlak, sesuai dengan penyelesaian yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi.
Permasalahan ekonomi soal bagaimana mencapai kemakmuran, menjadi masalah kemiskinan, konflik antak klas, ras, dan bangsa dan akhir-akhir ini menjadi masalah pembangunan dan pengolahan sumber-sumber secara lestari. Angka anggota masyarakat ‘hanya’ ada sekitar 30 juta masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, rendahnya tingkat produktivitas. Inipun sudah bisa diselesaikan dengan menerapkan teori ekonomi yang dijabarkan diatas.
Konsep kepemilikan dan zakat, serta motivasi bagi seorang muslim untuk membangun kemandirian dengan menanamkan ekonomi Ilahiah, dinilai cukup efektif untuk keluar dari masalah tersebut. A. Dawam pun menyatakan, umat Islam memiliki komitmen yang sistematik dalam rukun Islam untuk memberantas kemiskinan (zakat), ditambahkan olehnya ketimpangan antara warga miskin yang jauh memerlukan diambilnya prakarsa pengembangan kegiatan produktif guna memberantas kemiskinan.[27]
S.M. Hasanuz Jaman, seorang bankir Pakistan (Ekonomi Muslim), Ekonomi Islam adalah  pengetahuan dan aplikasi dari suruhan-suruhan dan tata aturan syari’ah, yang bertujuan untuk mencegah ketidakadilan dalam penelitian dan pemanfaatan sumber-sumber material, guna memenuhi kebutuhan manusia sehingga memungkinkan mereka melaksanakan perintah-perintah Allah dan kewajiban masyarakat.
Tantangan Globalisasi yang semakin marak di Indonesia, memberikan kekhawatiran yang tak bisa dibilang ringan. Berkaitan dengan ini, globalisasi pun sudah pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw, yakni ketika nabi dan para sahabat melakukan perniagaan ke luar negri seperti ke Mesir, Syam, Irak, Yaman, Turky, dan Spanyol. Riwayat dari kisah Umar bin Khattab yang ketika melewati pasar dan melihat banyak orang yang berdagang/melibatkan diri dalam peniagaan adalah orang luar dan awam. Hal ini membuat Umar ra bersedih. Dan berkata beberapa orang kepada Umar ra “tapi tuan, Allah telah menaklukan untuk kita banyak negara dan harta rampasan perang telah sampai ketangan kita demikian banyaknya. Ini menyebabkan kita tidak perlu lagi berniaga untuk memenuhi kebutuhan. Dan Umar ra menjawab ”jika kamu ingin meninggalkan kkegiatan perniagaan sebagai tanggung jawab, kamu akan mendapatkan bahwa kaum lelaki kamu akan bergantung dengan lelaki mereka dan kaum perempuanmu akan bergantung kepada kum perempuan mereka”[28].
Mengapa Indonesia selalu kalah langkah dalam ekonomi, dipaparkan pula oleh Prof. Dr. H. Matthias Aroef, MSIE. IPM dan Ir. Jusman Syafi’i Djamal dalam bukunya “Grand economic Strategy, Siasat Memicu Produktivitas Untuk Memenangkan Persaingan Global” bahwa ketiadaan kesadaran “Indonesia Incorporated”, dan sikap “cuek” pemimpin dalam peningkatan mutu dan kinerja.[29] Ia membandingkan Indonesia dengan Jepang dan Amerika Serikat dalam penilaiannya, walaupun demikian hal ini dapat dibenarkan mengingat kekayaan alam Indonesia yang pada dasarnya tidak kalah dari kedua negara tersebut. Namun penyelesaian intinya adalah dikembalikan kembali kepada kualitas individunya yang ditinjau dari nilai dan moral.


5.      KESIMPULAN
Permasalahan ekonomi menjadi masalah utama dalam pembangunan sebuah peradaban, disamping bidang lain yakni politik, dan budaya. Namun kemakmuran dalam bidang ekonomi bukanlah cita-cita utama dalam penilaian kemajuan sebuah bangsa. Islam adalah kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari segala bidang. Hasil akhir dari Islam adalah menciptakan manusia yang baik, dengan dasar nilai dan moral sesuai dengan syari’at Allah SWT. Parameter kebaikan dalam Islam adalah kebenaran berdasarkan wahyu Allah bukan berdasarkan kesepakatan manusia semata (mendefinisikan kebaikan).
Dengan tersedianya sumber daya alam dan manusia yang merupakan faktor produksi ekonomi, Indonesia akan dapat lepas dari masalah-masalah ekonomi yang sedang menjangkitnya dengan menerapkan teori ekonomi Yusuf Qardhawi (yang sudah dipaparkan diatas). Pada Akhirnya, masalah kemiskinan, ketergantungan, dan kelangkaan Sumber daya baik alam maupun manusia dapat diselesaikan.





DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim.” Ekonomi Islam suatu kajian Kontempore. mencermati Globalisasi”. Jakarta : Gema Insani : Jakarta, 2001.
Alkaaf. Abdullah  Zaky. 2002. “Ekonomi Dalam Perspektif Islam.” Bandung : Pustaka Setia
Hafidhuddin. Didin. 2002.  “Zakat dalam Perekonomian Modern” Jakarta : Gema Insani
Lipsey. Richard G, Douglas D. Purvis. 1990.“Pengantar Mikroekonomi edisi kesembilan yang diterjemahkan dari judul asli Economics” (Jakarta: Binarupa Aksara. 1990, hal 3))
Media Tim Hidayatullah, Biografi Singkat Dr_ Al-Qardhawi, Media Homepage.html,
Prof. Dr. H. Matthias Aroef, MSIE. IPM, Ir. Jusman Syafi’i djamal. “Grand Techno-economic Strategy, Siasat Memicu Produktivitas untuk Memenangkan Persaingan Global.” ( Jakarta : Mizan, 2009)
Qardhawi. Yusuf. 2001.  “Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam”. Jakarta : Robbani Press. 
Rahardjo. A.Dawam. 1999. “Islam dan Transformasi  Sosial-Ekonomi.” Jakarta : LSAF
Saefuddin,A.M,dkk. 2010. “On Islamic Civilizatio, Menyalakan Kembali  Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam Editor: Laode M. Kamaluddin”. Semarang : UNISSULA Press.




[1] Qs. Adzariyat : 56-58 : “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. Aku tidak menghendaki rizeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepadaKu. Sungguh Allah, Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
[2] Nirwan Syafrin dalam tulisannya berjudul “sebuah tantangan menghadapi gempuran “Hukum Barat yang Sekular-Liberal” mengatakan Islam melihat perubahan sebagai sunatullah. Sehingga letak persoalan dari masalah yang ditimbulkan adalah pada sikap kita (muslim) menghadapi perubahan tersebut. (A. M. Saefuddin, dkk. “On Islamic Civilizatio, Menyalakan Kembali  Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam”. Semarang : UNISSULA Press, 2010. Hal. 489). Yusuf Qardhawi pun menjelaskan bahwa Islam lebih integral dari sekedar agama, ia adalah dunia, ibadah dan mua’malah, aqidah dan syari’ah, kebudayaan dan peradaban, agama dan negara. Sehingga pembahasan ekonomi atas pemikiran Yusuf Qardhawi adalah ekonomi dari sudut Islam bukan dari sekedar sudut agama. (Yusuf Qardhawi. “Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam”. Jakarta : Robbani Press, 2001. Hal. 17) 
[3]KH. Abdullah Zaky Alkaaf. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. (Bandung : Pustaka Setia, 2002) Hal. 19
[4]A. M. Saefuddin, dkk.On Islamic Civilitation Menyalakan kembali lentera Peradaban Islam yang sempat padaam. Editor Laode M. Kamaluddin( Semarang.  : Unisulla, 2010. Hal. 572)
[5]M. Dawam Rahardjo dengan judul “Aplikasi Nilai-nilai Islam Bidang Ekonomi”.  yang dimuat dalam buku A.M. Saifuddin.“On Islamic Civilizatio, Menyalakan Kembali  Lentera Peradaban Islam Yang Sempat Padam Editor: Laode M. Kamaluddin”. Semarang : UNISSULA Press.
Hal. 580
[6]Richard G. Lipsey, Douglas D. Purvis. “Pengantar Mikroekonomi edisi kesembilan yang diterjemahkan dari judul asli Economics” (Jakarta : Binarupa Aksara. 1990, hal 3)
[7]Dalam catatan kaki, Didin Hafidhuddin. “Zakat dalam Perekonomian Modern” (Jakarta : Gema Insani, 2002. hal. 67)
[8]Yusuf Qardhawi. Hal. 62
[9]Yusuf qardhawi hal.19.  hal ini terlihat berbeda pada buku DR. K.H. Didin Hafiduddin, M.Sc, yang berjudul “Zakat dalam Perekonomian Modern” memaparkan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana orang perorang dan kelompok-kelompok masyarat menentukan pilihan.Selain itu jabaran ilmu ekonomi juga diungkapkan oleh Alfred Marshall, “Ilmu ekonomi merupakan studi tentang umat manusia dalam kehidupan sehari-hari” (Richard G. Lipsey, Douglas D. Purvis. “Pengantar Mikroekonomi edisi kesembilan yang diterjemahkan dari judul asli Economics”(Jakarta : Binarupa Aksara. 1990, hal 3))

[10]“Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang jahat” (HR Muslim dari Makmar bin Abdillah)
[11]Contoh nilai yang dimaksud adalah nilai kemerdekaan dan kemuliaan kemanusiaan, keadilan, dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut, nilai persaudaraan dan memerengi sifat permusuhan yang akan mengikis agama.(Yusuf Qardhawi. Op.cit ...... hal. 65)
[12]Unsur materi yang dijelaskan mencakup makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat tinggal, kendaraan, kehidupan suami istri, permainan (hiburan), keindahan dan perhiasan.
[13]Yusuf Qardhawi. Op.cit..... hal. 76
[14]Al-Qardhawi mengakat kasus ini dari sebuah hadist HR Bukhari, “Barang siapa bangun pagi-pagi dengan merasa aman dihatinya, sehat pada badannya, memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seolah-olah ia dilingkari dunia dengan segala isinya.”
[15]Didin Hafidhuddin. “Zakat dalam Perekonomian Modern” (Jakarta : Gema Insani, 2002. hal. 67)
[16]Dalam bahasan lebih lanjut, yusuf Al-qardhawi mengambil dasar dari banyak riwayat hadist. Dan pendapat Ibnul Jauzi yang menolak pendapat al-Ghazali yang menyatakan bahwa meninggalkan harta yang halal lebih utama daripada mengumpulkannya. Ibnu Jauzi tidak demikian, dikatakan olehnya, apabila maksud dan tujuannya lurus maka mengumpulkan harta yang halal jauh lebih utama, tanpa ada perbedaan pendapat dikalangan para Ulama”.  Selain itu Said bin Musayyib berkata, “Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mencari harta. Dengan harta ia bisa membayar utangnya dan menjaga  kehormatannya.”  Dan dikuatkan juga oleh perkataan Qurthubi. (Yusuf Al-Qardhawi.... op.cit.... hal. 99)
[17]Definisi produksi menurut para ahli ekonomi disebutkan,”menciptakan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.” (Yusuf Al-Qardhawi.Op.cit.... hal.138)
[18]Pada pendapat ekonomi kapitalis, unsur ini ada tiga, yakni ditambah dengan modal.
[19]“Barang siapa meminta harta kepada orang lain, karena ia ingin memperbayak, maka sesungguhnya ia telah meminta bara api, karena itu hendaklah ia mandiri atau berusaha memperbanyak sendiri” HR. Muslim dan Abu Hurairah.
[20]Yusuf Qardhawi. Op.cit.... hal 193
[21]Dalam hal ini berupa mata uang. Dikatakan oleh Qardhawi, muslim wajib mengeluarkan uang dari simpanannya ke medan kegiatan dan aktifitas.
[22]Maksudnya adalah jangan biarkan sikap  konsumtif membuat rumah dan barang-barang inventaris lainnya tergadaikan.
[23]Yusuf Qardhawi. Op.cit. hal. 253
[24]kesalahpahaman pendukung riba, dikatakan karena mereka merasa keuntungan yang didapat oleh peminjam dari pengelolaan uang yang dipinjamnya berasal dari hasil perpaduan antara kerja dan modal.
[25]Beberapa pendapat lainnya dikarenakan perbedaan interpretasi mengenai riba yakni Riba adalah bunga atas pinjaman konsumtif (Mohammad Hatta), bunga atau transaksi yang bersifat memeras (Syafruddin Prawiranegara) atau bunga yang berlipat ganda (A. Hasan).  (dalam Makalah M. Dawam Rahardjo dengan judul “Aplikasi Nilai-nilai Islam Bidang Ekonomi”.  yang dimuat dalam buku A.M. Saifuddin. Op.cit.... hal.588)
[26]Pernyataan Preposisi moral atau etika yang di preferensikan adalah “keputusan penilaian” mengarah pada urutan-urautan tingkat preferensi di berbagai alternatif.  Islam adalah suatu moral dan etika yang mengatur prilaku manusia. (A.  Dawam.... op.cit.. hal. 580)
[27]A. Dawam Rahardji. “Islam dan Transformasi  Sosial-Ekonomi.” (Jakarta : LSAF, 199. Hal. 450)
[28]A. KarimAdiwarman.” Ekonomi Islam suatu kajian Kontempore. mencermati Globalisasi”. Jakarta : Gema Insani : Jakarta, 2001.Hal. 50
[29]Prof. Dr. H. Matthias Aroef, MSIE. IPM, Ir. Jusman Syafi’i djamal. “Grand Techno-economic Strategy, Siasat Memicu Produktivitas untuk Memenangkan Persaingan Global.”( Jakarta : Mizan, 2009)



Makalah : Naufa Alkhansa
Magister Pemikiran Islam UMS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar