Sabtu, 04 Oktober 2014

JILBAB, BUKAN SEKEDAR PERINTAH ALLAH

Perjalanan waktu membuat manusia tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, seiring  dengan itu terdapat aturan-aturan yang secara langsung ataupun tidak langsung mengantarkan seseorang kepada bentuk masyarakat (yang sesuai dengan tujuan) tersebut. Sebagaimana pemahamanku, aturan-aturan seorang muslim diturunkan untuk menjadikan muslim berkualitas lebih baik dibandingkan orang lain. Pikiran ini baru saja kusadari setelah perjalanan puluhan tahun yang telah kulalui dengan cepatnya.
Derasnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia memaksa kita untuk memperkuat pertahanan diri agar dapat menghalangi resapan budaya-budaya asing yang tidak sesuai, salah satunya adalah mentato tubuh (yang dikenal dengan “body panting”) hingga menyerupai pakaian, sehingga orang yang ditato tersebut sebenarnya bugil  tetapi nampak berpakaian, ini dikatakan seni melukis tubuh. Hal ini bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya Indonesia, terlebih dari segi agama Islam yang merupakan agama wahyu. Bahkan umat Kristen pun dalam kitab bibelnya, terdapat anjuran berpakaian yakni memakai penutup kepala (kerudung, yang kemudian diubah maknanya) yakni surat Korintus pasal 11 ayat  6.
Memutuskan untuk memakai kerudung ku mulai sejak aku duduk di kelas enam Sekolah Dasar. Namun kala itu belum memungkinkan pemakaian jilbab, sehingga ku tunda hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku memilih SMP Islam agar bisa memakai penutup kepala. Mulanya yang aku tau, wanita tampak anggun dengan jilbab yang dipakainya. Itu hasil kesimpulanku setelah aku mengamati tante-tanteku yang berjibab lebih dulu. Walaupun seragamku kala itu masih menggunakan rok sampai dengan lutut dengan baju berlengan panjang dan memakai kerudung kemudian dilengkapi dengan kaos kaki panjang hingga ke paha, aku mulai menanamkan niat lebih sungguh – sunguh untuk memakai jilbab. Begitupun di lingkungan rumah. Hal ini karena aku ingin tampil anggun.
Merasa aneh dengan aturan pakaian seragam yang menggunakan kerudung namun berok sampai lutut, siswi angkatanku sengaja mulai memakai rok panjang hingga bawah. Kami tahu bahwa itu melanggar peraturan sekolah, akan tetapi penampilan siswi dengan aturan sesuai seragam yang ditetapkan tampak kurang cantik. Hingga akhirnya peraturanpun berubah ketika kami sudah lulus, yakni menggunakan baju dan rok panjang layaknya busana muslim.
Hal yang terukir dalam ingatanku saat berjilbab tak hanya itu, diwaktu aku duduk dibangku SMA kelas dua, ketika itu aku satu-satunya wanita yang memakai jilbab dikelas. Pergaulan dalam kelas tak menghalangi jilbabku. Kelas kami cukup akrab. Pernah satu kali guru agamaku (wanita) tiba-tiba mengebrak mejaku dan bertanya “mengapa kamu memakai jilbab?” suaranya mengagetkanku, secara spontan aku menjawab “perintah Allah”. Lalu ia bertanya kembali, “apa dasarnya?”. Alhamdulillah, aku sudah pernah diberikan dasar berjilbab dalam perkumpulan ROHIS SMA yang aku ikuti. “An-Nur : 31” sahutku cepat. “bagaimana bunyinya?” lanjutnya, “wah, saya belum hafal bu, tapi intinya menyuruh muslimah untuk menutup aurat dengan menjulurkan kain kudung ke dadanya dan tidak menampakkan perhiasan kecuali yang dibolehkan tampak yakni muka dan telapak tangan” jawabku apa adanya.
Guruku rupanya ‘menge-tes’ keyakinanku berjilbab. Aku jadi merasa bermanfaat mengikuti ekstrakulikuler ROHIS. Setidaknya aku tidak malu didepan kawan sekelasku ketika itu, dan aku dapat mengutarakan dasar berjilbab, yang mungkin saja mempengaruhi teman-teman muslimah lainnya. Dalam beberapa waktu setelah itu, aku mencoba mendekati bu guru agama tersebut dan berkata. “ibu maaf, bukannya di ayat An-Nur yang saya sampaikan tempo hari ketika ibu bertanya dasar memakai jilbab, menjelaskan bahwa pemakaian kerudung harus menjulur kedada dan tidak membentuk?” dengan nada akrab aku menegurnya sopan ketika melihat beliau memakai jilbab dengan model tidak menjulur ke dada. Lalu ia pun menanggapi sembari membenarkan jilbabnya, “iya, benar.. terima kasih ya diingatkan. Dahulu ibu memakai jilbab seperti itu, menutupi dada” suaranya sedikit canggung namun tidak ada nada tersinggung, dan kami pun berbicara hal lain.
Dalam keluarga, model jilbab yang aku pakai juga mendapat kontroversi terutama dari pihak ibu. Setahuku, tata cara aku memakai penutup aurat ini tidak berlebihan, tidak terlalu panjang, hanya mengikuti syari’at yang diajarkan. Namun dalam pihak keluarga ibu, belum ada yang seperti aku dalam memakai jilbab. Karena kami tinggal berjauhan jadi gesekan itu ada hanya ketika aku pulang kampung.
“koe, make jilbab panjang-panjang... nanti dikira teroris terus ditangkap densus lho...” sapa budeku sewaktu melihatku membenarkan jilbab panjangku
Aku hanya menanggapi dengan senyuman manis. Karena mereka belum mengkaji lebih dalam tentang aturan menutup diri, sehingga pertimbangan utamaku adalah aku harus mencari waktu santai yang cocok untuk menjelaskannya dengan memberikan pemahaman tentang ini, tanpa menggurui.
Diwaktu lain, juga aku ditegur oleh mereka, “Makai jilbab sama baju dobel-dobel, cucian bajunya banyak dong?, kasian mbaknya (panggilan untuk pembantu yang bekerja dirumah)”.  Terlihat sedikit lebih ketus dari sebelumnya. Semua celetukan dan anggapan mereka tidak membuatku menjauh dari keluarga, karena itu adalah tugas kita untuk mengingatkan kabar tetang tata cara penutupan aurat yang di anjurkan yang mungkin terlupakan.
Alhamdulillah, semua keluarga saat ini sudah bisa menerima. Bahkan ada keluarga kami yang bercadar. Subhanallah, hebat sekali hidayah yang Allah berikan. Jadi teringat akan ayat Allah yang tidak boleh mengolok-ngolok suatu kaum, karena boleh jadi mereka lebih baik dari kita (QS. Al-Hujurat : 11).
Penutup aurat hingga bercadar masih terasa asing dalam masyarakat. Hal ini juga terjadi dalam keluargaku, yang memandang ‘Islam garis keras’ bagi  mereka yang bercadar, memakai celana gantung, jenggot panjang, dan sebagainya. Hal (pandangan) ini perlu diluruskan, karena pandangan ini akan membuat hubungan kita sesama muslim menjadi renggang, dan bisa jadi kelak akan dianggap sebagai sesuatu yang negatif jika menghidupkan sunah-sunah rasulullah
Kini, giliranku yang memberikan pemahaman untuk mereka terhadap dasar pemakaian cadar, aku memulai dari orang tuaku dan adik-adiku dahulu. Kujelaskan sebatas kemampuanku tentang surat Al-ahzab ayat 59, yang diserukan bukan hanya kepada istri-istri nabi, namun juga anak-anak perempuan, dan istri-istri orang mukmin untuk menutupi seluruh tubuhnya. Adapun yang tidak bercadar, dasarnya penerangan hadist rasulullah tentang batas aurat wanita. Dan Alhamdulillah, tanpa berlama-lama menjelaskan mereka faham.
Dasar-dasar tentang pentingnya menutup aurat ini adalah penting disampaikan secara perlahan. Terlebih lagi hal ini akan membantu para wanita lebih terlindungi baik dari nafsu laki-laki dan sengatan sinar matahari. Dari segi penampilanpun, akan tampak lebih indah. Selain itu, dia juga telah menolong orang lain, yakni para laki-laki yang memandangnya akan lebih terjaga.
Dalam dunia seni, yang menaruh lekuk-lekuk tubuh wanita sebagai objek seni yang paling indah, merupakan pelecehan terhadap wanita. Seperti maraknya foto-foto di internet yang menjadikan wanita dengan penampilan bugil dijadikan (tubuhnya) sebagai tempat menyajikan makanan. Sangat menyedihkan.
Dalam perjalanan hidup ku, aku juga sering melakukan survei secara pribadi dan spontan terhadap teman laki-laki, dengan menanyakan :
“Bagaimana perasaan kamu ketika melihat wanita seksi?”
“Tipe wanita berpenampilan seperti apa yang ingin dijadikan sebagai istri?”
Hanya dua pertanyaan saja yang ku hujankan kepada mereka, dan dengan cepat memreka menjawab dengan jawaban yang hampir semua sama. Yaitu tidak nyaman melihat wanita seksi, rasanya seperti ‘bagaimana begitu’ (asyiik), dan jika disuruh memilih mereka lebih memilih yang dapat menjaga diri dan kalau bisa yang pakai kerudung. Hal ini juga saya tanyakan kepada anak ‘tongkronga’ yang sangat sering menggoda wanita seksi yang lewat didepannya dengan suil dan sebagainya. Jawaban mereka atas pilihan pasanganpun sama, mereka memilih wanita yang baik.

            Fitrah manusia menjadi baik, namun nafsu akan dapat dengan mudah menutupi fitrah tersebut. Semoga Allah selalu menjaga kita senantiasa dalam hidayah dan nikmatnya. Dan pihak-pihak terkait yang berperan dalam membuat kebijakan/aturan diharapkan turut membantu dalam menjaga kehormatan wanita. Sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar